Tuesday 15 July 2008

Review: Chicken Soup for The Writer Soul - Harga Sebuah Impian



Sewaktu kecil, saya tidak pernah memasukkan kegiatan menulis dalam list hal – hal yang menyenangkan untuk dilakukan dalam hidup.Alasan pertama karena kata-kata yang saya tulis di kertas tidak begitu bagus untuk dipandang. Walau masih jauh lebih baik dari cakar ayam. Yang kedua tugas – tugas menulis, yang dulunya selalu tugas mengarang, bukanlah hal yang asyik untuk diselesaiakan. Semua murid harus menulis berdasarkan tema dan kerangka karangan yang telah ditetapkan. Yang paling menjengkelkan adalah karena tema itu terlalu berat untuk seorang anak SD. Kalau tidak salah salah satunya adalah tentang Keluarga Berancana. Jangan Gila Dong!!!


Tak hanya masalah tugas di sekolah, saya juga kadang memberikan pandangan geli kepada semua teman – teman yang mulai menggunakan journal untuk menuliskan apa saja yang terlintas di kepala dan hati mereka. Saat itu bagi saya menulis di sebuah buku yang terkenal dengan nama Diary adalah hal yang konyol.


Mengapa menulis seperti menjadi sebegitu hina? Semua kesulitan menulis yang saya rasakan tidak lain disebabkan karena kurangnya bahan bacaan. Di rumah, kami tidak memiliki perpustakaan pribadi. Kalaupun ada buku, itu juga hanya kumpulan buku cetak pelajaran dan buku – buku koleksi bapak yang berkaitan dengan urusan pekerjaannya. Selain itu yang banyak hanyalah kumpulan tabloid dan majalah milik mama, dan majalah ananda ataupun bobo untuk anak – anak.


Namun beranjak dewasa, menulis perlahan – lahan masuk menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari keseharian saya. Di mulai dari menulis surat untuk teman-teman yang sungguh saya nikmati sampai menulis hal – hal konyol yang terjadi setiap harinya. Bahkan kini jumlah jurnal yang saya habiskan untuk menulis segala sesuatu kini lebih dari lima buah. Sesuatu yang awalnya saya anggap konyol kini menjadi sebuah rutinitas yang sangat membantu menguraikan semua pertanyaan, perasaan ataupun pikiran yang entah kapan dan dimana saja melintas. Saya kini benar- benar menikmatinya.


Sehingga tidak begitu sulit untuk memahami setiap kata yang tertulis di buku ini. ketika ada yang bercerita bahwa menulis itu seperti obat yang paling mujarab untuk mengenyahkan segala kegalauan ataupun ketika mereka bercerita bagaimana menulis membantu mereka memahami lebih dalam apa yang sebenarnya mereka inginkan. Walaupun buku yang saya baca adalah hasil terjemahan, dengan mudah semua rasa yang mereka tuliskan berpindah ke kepala dan hati saya. Senang, gembira bahkan rasa kehilangan yang mendalam sekalipun.


Hampir semua cerita di buku ini juga menceritakan awal dari karir sebagai penulis dengan puluhan surat penolakkan atas karya-karya mereka, sampai bagaimana akhirnya cek yang bernilai dengan ratusan ribu dollar bahkan lebih mengalir ke rekening milik mereka yang mengfantarkan mereka sebagai penulis yang terkenal.
Benar-benar menggiurkan yah. Tidak saya pungkiri bahwa sempat terbersit untuk menempuh hal yang sama. Menulis sesuatu yang bisa membuat semua mata menyukainya dan yang paling penting menjadi seseorang yang terkenal. Namun saya tahu untuk mencapai posisi seperti mereka tidak terjadi dalam satu dua hari. Bahkan ada penulis yang arus bernunggu bertahun – tahun lamanya untuk menunggu seorang penerbit yang yakin bahwa bukunya layak untuk diterbitkan. bahkan dalam artikelnya, Dan Poynter menyatalan bahwa tak ada yang lebih sering menerima penolakan dibanding seorang pengarang. Oleh penulis lain saya diberitahu bahwa selalu ada harga yang harus dibayar untuk semua mimpi. Mimpi hanya akan tetap jadi mimpi jika tak dibarengi oleh tekad, kerja keras dan disiplin. Yang tidak kalah penting adalah ketekunan untuk terus berlatih, berlatih dan berlatih.


Buku ini benar-benar memberi pencerahan bagi saya yang selama ini hanya menulis hal- hal yang hanya setaraf dengan cerita- cerita di diary ataupun jurnal harian. Di folder – folder saya memang tak pernah tersimpan satu draft dari cerita pun. Buakn berarti tak ada ide yang terlintas. Asal tahu saja, jumah mereka lebih dari ratusan. Sayangnya tak pernah sekalipun saya membiarkan mereka melihat matahari pagi. Karena selalu terbersit dalam bahwa tulisan – tulisan saya tidak akan pernah semenarik penulis – penulis terkenal yang bukunya telah dicetak berulang – ulang.


Untungnya buku ini punya kekuatan untuk menghapuskan kepercayaan – kepercayaan yang menyesatkan seperti ini. Sejak saat ini saya bertekad untuk memelihara setiap ide – ide yang entah kapan munculnya. Karena tidak menutup kemungkinan saya akan mengikuti jejak mereka. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan, tapi bukan hal yang mustahil. You’ll Never Know Until You Try, Will You?


Membaca semua tulisan di buku ini juga membuat saya penasaran dengan karya- karya mereka. Karena tak satupun dari penulis-penulis ini yang akrab di mata saya. Karena selama bertahun – tahun berkeliaran di toko buku , tak satupun judul-judul buku mereka yang saya temukan. Saya memang pernah mendengar kata Malcom X, namun tidak pernah sekalipun tahu isi buku tersebut. Sepertinya saya harus kembali menggunakan jasa ensiklopedia terbesar.


Sebagai penutup, biarkan saya mengutip kata – kata Bud Gardner yang juga ada dalam buku ini.
Ketika Berbicara, Kata-Katamu Hanya Bergaung Ke Seberang Ruangan atau Di Sepanjang Koridor. Tapi Ketika Menulis, Kata - Katamu Bergaung Sepanjang Zaman”



Chicken Soup for The Writer Soul
Harga Sebuah Impian
dan Kisah – Kisah Nyata Lainnya
Alih bahasa: Rina Buntaran
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2007
Tebal: 199 + xix hlm

No comments:

#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...