Saturday, 29 November 2008

Review: Embroideries - Marjane Satrapi




Sudah menjadi ritual bagi Marji untuk menyiapkan Samovar, teh yang dicampur sedikit larutan sisa opium yang mesti dimasak selama tiga perempat jam, bagi neneknya. Namun malam itu, Marji menyiapkan dalam jumlah yang cukup banyak. Karena saat itu ada acara kumpul- kumpul bersama setelah jamuan makan malam yang juga dihadiri oleh ibu, bibi, teman serta tetangga yang semuanya wanita. Acara kumpul- kumpul yang lebih tepatnya di sebut diskusi untuk melepaskan unek – unek dan tentunya menjadi kegiatan favorit mereka.

Satu demi satu pun mulai bercerita dan akhirnya setiap kisah yang berangkat dari masa lalu itu pun terungkap. Dari masalah cinta, pengkhianatan dan keegoisan para pria, pernikahan yang kebanyakan berakhir dengan cerita yang menyedihkan, ataupun masalah keperawanan, wanita sampinan dan tak ketinggalan operasi plastik, dibahas dengan detail.

Seakan tak ada rasa canggung, semua cerita mengalir dari mulut mereka. Bahkan ketika kisah itu adalah pengalaman pahit mereka. Anehnya hampir semua cerita diakhiri tawa menderai. Walau tetap saja ada cerita yang membuat air mata meleleh dan tentu saja hal itulah yang sewajarnya terjadi. Karena hampir semua kisah yang diutarakan para wanita itu sungguh tragis. Mungkin cerita ini hanyalah sebagian kecil dari beribu cerita pahit yang dialami oleh para wanita di luar sana.

Yang menarik, semua kisah tragis itu tidak dituliskan dalam paragraf demi paragraf serius namun dituliskan dalam balon – balon percakapan dan tentunya setiap halaman penuh dengan ilustrasi. Setiap tokoh digambarkan dengan bentuk yang sangat simple, yang menurut saya sebagai pengemar komik jepang sedikit aneh. Sehingga tak heran jika para pembaca juga bisa ikut tersenyum ataupun tertawa terbahak bersama para wanita yang menuturkan kisah mereka.

Selesai melahap buku ini saya tidak hanya mendapat hiburan namun juga beberapa pelajaran penting tentang para pria dan terutama tentang kehidupan pernikahan. Walau sedikit miris namun tak sampai mengubah persepsi saya tentang hubungan sakral itu.

Dan tentu saja saja saya jadi lebih mengerti mengapa buku ini diberi judul Embroideries atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Bordir. Bahkan ketika melihat gambar benang dan jarum yang tempatkan di sampul belakang. Marjane Satrapi memang patut diacungi jempol. Sehingga tidak heran jika keahliannya mengolah cerita dan gambar membuatnya karya-karyanya digemari banyak orang. setidaknya Novel Grafis yang berjudul Persepolis menjadi Best Seller international. Sayangnya tidak hingga saat ini belum diterbitkan di indonesia. Namun buku lainnya Chicken With Plum telah terbit dan menurut beberapa review kisahnya tak kalah menarik dengan kisah yang dituturkan di Bordir. 

Embroideries
Judul Indonesia: Bordir
Penulis: Marjane Satrapi
Penerjemah: Tanti Lesmana
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Maret 2006
Tebal: 136 hlm

Wednesday, 26 November 2008

Review: Resep Cherry - Primadonna Angela


Resep Cherry
Penulis: Primadonna Angela
Penerbit: PT Gramedia Utama Pustaka
Cetakan: I, Agustus 2008
Tebal: 272 hlm

Bicara tentang masak memasak, saya masih sering mengeluh karenanya. Bukan hanya karena ada rasa yang kurang, baik karena bumbunya ga pas ataupun karena merasa ada yang salah dengan ukuran garamnya. Sehingga kadang semangat untuk masak jadi surut karenanya. Sering akhirnya saya merasa bosan karena harus memasak dengan resep yang itu – itu saja. Tidak heran kalau akhirnya keahlian memasak saya tidak pernah terupgrade

Namun untuk seorang Cinnamon Cherry, masalah seperti itu tak pernah dialaminya. Memasak sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Memasak memberikan kesenangan terdiri bagi Cherry. Cherry bisa tenggelam dalam waktu yang lama kalau sudah asyik dengan semua bahan. Apalagi kalau sedang berkreasi dengan resep baru. rasanya tak perlu di ragukan. Ayah, ibu, adiknya Lavie, termasuk semua pelanggan di Resep Cheery, toko kue mungil miliknya, mengakui bawa brownies ataupun cup cakes yang dijual di sana memang tak ada duanya. Buktinya pesanan seakan tak berhenti.

Dalam usia semuda Cherry, ia memang termasuk beruntung. Usaha bakery yang dirintisnya didukung penuh oleh ayah dan ibunya. Sehingga tak perlu repot mencari pinjaman modal awal. Walau sebenarnya tak perlu heran, karena kedua orangtuanya sendiri mengolah usaha restokafe. Bakat memasak dan bisnis mungkin sudah diturunkan dan mengalir dalam darah Cherry.

Kalau melihat ke masa lalu, rasa cinta Cherry pada memasak ini tidak dimulainya sejak kecil. Masuk ke dapur dan serius menekuni dunia masak memasak baru dimulainya dua tahun belakangan ini. itu juga karena seorang cowok bernama Basil. Ia bahkan rela ikut adu masak demi Basil. Sampai akirnya satu demi satu kedok jahat Basil terbuka. Sakit hati, tentu saja. Namun akhirnya rasa itu tergantikan dengan rasa cinta yang sangat dalam pada semua makanan yang dimasaknya.

Namun walau tidak bermasalah lagi dengan segala hal yang masalah bahan masakan, bumbu dan sejenisnya, bukan berarti semua dalam hidup Cherry, semua berjalan dengan mulus. Lihat saja masalah yang ditimbulkan adiknya Lavie yang kerap kali membuatnya pusing. sampai terkadang Cherry berharap ia dapat mengaingkan diri agar bisa jauh dari celoteh Lavie.

Ataupun masalah dengan sahabatnya, Eva, yang tiba – tiba berubah drastis sejam memutuskan untuk berpacaran dengan seorang cowok yang memberikan apapun yang diinginkannya. Yang paling parah adalah ketika Eva memutuskan untuk menjauhi Cherry hanya karena Aidan, pacar Eva, menganggapnya hanya memberi pengaruh buruk.

Terakhir yang tidak kalah membuatnya pusing adalah kehadiran pria yang juga tetangga barunya bernama Kenichi Kobayashi. Di awal pertemuan dengan pria yang memiliki seorang anak laki-laki bernama Kaza ini tidak bisa dibilang menyenangkan. Bahkan bisa dibilang, Cherry membenci sikap Kenichi yang sangat angkuh dan tidak pedulian. Walaupun dibalik amarah yang meluap – luap yang reda dalam waktu tak singkat itu, Cherry masih sempat mengakui bahwa ada sesuatu dalam diri Kenichi yang sangat memesona. Bahkan setelah insiden dengan Aidan, Cherry memastikan bahwa ia jatuh cinta dengan pria beranak satu ini. Sayangnya Cherry harus kembali menelan pil pahit ketika mengetahui bahwa Kenichi hanya menganggapnya Baby Sitter. Ahhh..

Ada sesuatu yang istimewa dengan teenlit kali ini. Bukan hanya karena rasa iri yang muncul pada sang tokoh utama, tapi lebih pada rasa lapar yang timbul setiap kali Cherry mulai mengola satu masakan. Rasanya ingin segera berlari ke dapur dan ikut memasak. Namun langsung kecewa begitu melihat bahan – bahan yang dibutuhkan tak tersedia di kulkas. Sehingga yang tersisa hanya rasa kecewa. Tapi setidaknya dengan kehadiran Cherry keinginan untuk menjadi ratu di dapur seperti wanita-wanita di luar sana kembali ke permukaan. Sambil terus berharap lidah ini tak akan lagi kelu dengan segala macam rasa.

Wednesday, 19 November 2008

Review: Half of A Yellow Sun- Chimamanda Ngozi Adichie


Half of A Yellow Sun
Penulis: Chimamanda Ngozi Adichie
Penerjemah: Rika Iffati
Penerbit: Hikmah
Cetakan: I, Agustus 2008
Tebal: 765 hlm

Spoiler Alert!!!

Nigeria, tidak banyak yang saya ketahui tentang negara ini, kecuali bahwa negara tersebut berawalan dengan huruf N dan terletak di salah satu benua Afrika, lain tidak. Sehingga Half of A Yellow Sun benar – benar membuka mata saya. Walau disajikan dalam bentuk fiksi namun latar belakang kejadiannya sungguh pernah terjadi. Dulu ada satu perang antara suku yang menelan begitu banyak korban. Seakan nyawa seseorang tak berarti sama sekali. Kelaparan dan ketakutan tak berhenti menyelimuti mereka yang tersisa.mereka bertahan hidup melindungi orang – orang yang mereka sayangi, dengan sedikit harapan bahwa semua pertikaian akan segera berakhir. Setidaknya itu yang saya lihat Ugwu, salah satu tokoh di buku ini.

Siapa Ugwu?
Sebelum perang terjadi, Ugwu hanyalah anak laki – laki berusia tiga belas tahun yang memutuskan untuk mengambil tawaran bibinya untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah seorang profesor universitas.

Dari cerita bibinya, Ugwu mengetahui bahwa Tuan, pria yang membutuhkan pelayan laki – laki untuk bersih – bersih ini, agak sedikit sinting, sering berbicara sendiri di kantornya, tak pernah menjawab ketika di sapa karena tenggelam dengan tumpukan buku di hadapannya. Namun begitu berdiri langsung di hadapan Tuan, Ugwu tahu ia akan menyukai pria yang memaksa untuk dipanggil dengan namanya, Odenigbo. Tak butuh waktu lama untuk menyimpulkan bahwa Tuan adalah pria yang baik seperti yang dikatakan bibinya. setidaknya dari perlakuan istimewa terhadap dirinya tidak didapatkan oleh para pelayan di rumah lain.

Berminggu – minggu Ugwu mempelajari ritme kehidupan Tuan dengan cermatnya. Mengambil Daily Times dan Rennaissance yang ditaruh disebelah teh dan roti tuan, mencuci kendaraan sebelum Tuan berangkat dan pergi ke lapangan tennis, memastikan bahwa air panas tersedia untuk membuat teh, menyikat lantai, bahkan berusaha untuk menyajikan makanan lezat setiap harinya. Ugwu benar – benar menikmati kehidupannya melayani Tuan. Ia bahkan bertekad untuk berbuat lebih, sehingga Tuan akan merasa punya alasan kuat untuk terus mempekerjakannya. Termasuk menyimak setiap obrolan teman – teman Tuan yang berkunjung pada akhir pekan. Walau awalnya tak pernah benar – benar mengerti apa yang mereka diskusikan. Dari obrolan demi obrolan setiap pekannya, Ugwu mulai mempelajari karakter mereka. Sehingga ia tahu bahwa tak perlu khawatir akan ada yang menggeser kedudukannya.

Sayang perasaan aman itu hanya berlangsung singkat, karena empat bulan kemudian, seorang wanita hadir dalam kehidupan Tuan. Ollana begitu wanita yang namanya, namun Tuan lebih sering memanggilnya nkem,milikku.Dari panggilan itupun Ugwu tahu bahwa Ollana tidak hanya menguasai pikiran Tuan, tapi juga menguasai daerah kekuasaannya selama ini dan harus siap diperintah untuk melakukan ini itu. Rasa sedih segera mengerubungi Ugwu, karena ia tak pernah berpikir untuk membagi tugas melayani an mengurus Tuan. Namun itu hanya terjadi dalam waktu singkat. Karena ia segera tahu bahwa Ollana tak pernah berniat menyingkirkan dirinya. Bahkan banyak hal yang baru yang dipelajari dari nyonya yang baru ini. Tak butuh waktu lama untuk melihat kebaikan hati Ollana.

Beberapa tahun berlalu, bertiga bersama Tuan dan Ollana, yang kemudian disusul dengan kehadiran Baby, anak perempuan lucu, Ugwu semakin menyukai kehidupannya baru bersama mereka. Sampai hari itu datang. TV dan Radio tak henti – hentinya mengabarkan berita tentang Kudeta. Situasi di pemerintahan berangsur menjadi morat-marit. Bandara dan bebrapa kantor pemeritahan mendadak ditutup. Ketegangan menyebar di hampir setiap sudut. Tak terkecuali di rumah Tuan. Tak hanya dari diskusi kerabat Tuan, bahkan Ollana pun semakin gusar memikirkan paman, bibi dan sepupunya di Kano ataupun ayah, ibu dan saudara kembarnya, Kainene bersama suaminya Richard, di Lagos. Apalagi setelah kudeta kedua yang beberapa minggu berlalu, korban – korban mulai berjatuhan. Pembantaian seakan serentak dilakukan di beberapa tempat.


Tuan, Ollana, Ugwu melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kekerasan yang tak mengenal rasa kemanusiaan itu terjadi. Bahkan trauma nyaris melumpuhkan Ollana dalam waktu lama. Ketakutan terus menghantuinya, bahkan saat orang – orang yang menguasai Nigeria Timur mendeklarasikan Republik Biafra. Karena seperti dugaan banyak orang, ini adalah awal sebuah perang.

Ironis memang, walaupun Biafra telah berdiri, namun orang – orang harus tetap mengungsi karena kenyataannya tentara Biafra tak sanggup menghalau gempuran balik dari pihak militer Nigeria. Tak terkecuali Tuan, Ollana, dan Ugwu. Mereka harus meninggalkan Nsukka. Meninggalkan rumah mereka untuk lari menyelamatkan diri. Mengungsi dari satu tempat ke tempat lain. Karena saat itu, seakan tak ada tempat yang aman untuk berlindung dari pembantaian. Korban – korban baru terus berjatuhan. Seakan peperangan itu tak akan pernah berhenti. Bahkan kelaparan menjadi momok yang yang menakutkan untuk setiap orang yang bertahan di Biafra.

Dengan tertatih – tatih, masing-masing dari mereka berusaha untuk saling melindungi dan menjaga. Sambil terus berharap keadaan akan menjadi lebih baik. Walau hanya tidak banyak yang selamat, namun tak sedikit yang akhirnya berhasil melewati tiga tahun yang sungguh melelahkan itu.

Tak heran jika buku ini menerima Orange Priza di tahun 2007. Setiap bab didalamnya memiliki sesuatu yang menarik perhatian. Tak hanya mengenai hubungan setiap tokoh namun juga mengenai latar belakang Perang Biafra- Nigeria tahun 1967-1970.
Adichie, sang penulis, memiliki cara yang unik untuk membelah – belah cerita. Walau begitu para pembaca tidak akan kehilangan track bahkan ada sedikit sisipan yang membuat semuanya mengerti apa yang sebenarnya terjadi di Nigeria. Bahkan saat sebelum perang saudara itu terjadi.

Sata tak perlu banyak komentar lagi, yang jelas satu lagi buku yang pantas dan seharusnya ada di salah satu rak buku di rumah.

Wednesday, 12 November 2008

Review : Spring-Heeled Jack - Phillip Pullman




Panti Asuhan Alderman Cawn-Plaster Memorial bukan tempat yang menyenangkan bagi siapa pun. Tidak hanya bubur yang tidak enak atapun selimut tipis yang tidak mampu menghalau rasa dingin, tempat itu juga dikepalai oleh Mr Killjoy dan asistennya Miss Gasket yang jahat. Semua anak – anak panti mengenal baik bagaimana watak kedua orang yang hanya mengincar uang pembayaran panti setiap bulannya.

Tak heran jika suatu malam Rose , Lily dan Little Ned akhirnya memutuskan untuk kabur dari tempat mereka tinggal selama 18 bulan lamanya. Mereka tak bisa bertahan lebih lama lagi.Pelabuhan menjadi tempat tujuan mereka. Mereka berencana untuk naik Kapal Indomitable dan meninggal London. Rose berkata akan menjual kalung peninggalan ibu mereka untuk membeli tiket kapal.

Sayangnya rencana yang telah disusun rapi itu akhirnya berantakan. Mack si Pelempar Pisau , penjahat paling jahat di London mendengar rencana mereka. Tak butuh waktu lama untuk membuat ketiga anak itu ketakutan. Walau tak dapat mengambil kalung ibu mereka, namun Little Ned berhasil diculiknya. Rose dan Lily bisa mendapatkan Ned kembali, asalkan mereka mau menukarkannya dengan harta terakhir yang mereka miliki.
Keadaan mereka benar – benar menyedihkan. Sekarang mereka tak hanya dihantui oleh Mack si penjahat, karena Mr Killjoy dan Miss Gasket yang tak kalah jahatnya, yang telah menyadari bahwa tiga anak telah kabur, mulai melakukan pencarian bahkan telah menghubungi polisi setempat.

Belum juga mereka keluar dari satu masalah, tiba-tiba di hadapan mereka muncul sosok asing. Rose dan Lily tak dapat mengeluarkan kata kata , kecuali berteriak sekencang mungkin.

Satu lagi novel anak – anak karya Philip Pullman. Seperti buku yang lain, buku ini juga di lengkapi dengan ilustrasi. Namun kali ini ilustrasinya jauh lebih menarik. Karena ditampilkan menjadi bentuk komik yang menjadi bagian dalam cerita.

Bagian yang tidak kalah menarik adalah kalimat pertama setiap bab yang ternyata diambil sang penulis dari buku – buku terkenal seperti milik Charles Dicken dan Herge. Sehingga setiap kali memulai bab berikutnya, rasa penasaran menggelitik saya untuk mengetahui kata – kata milik siapa yang dikutip Mr. Pullman. 

Spring - Heeled Jack
Judul Indonesia: Jack si Pelompat
Kisah Tentang Keberanian Dan Kejahatan
Penulis: Philip Pullman
Penerjemah: Yashinta Melati F.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Septermber 2008
Tebal: 128 hlm

#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...