Tuesday, 23 November 2010

Review: Uglies - Scott Westerfeld



Semua kaum buruk rupa di Uglyville harus menunggu hingga berusia 16 tahun sebelum akhirnya diubah menjadi rupawan.Dari penampilan fisik, mereka akan terlihat sangat sempurna. Mata yang indah, senyum menawan, kulit halus dan bersih, bentuk wajah yang simetris dan berbagai perubahan lainnya. Yang pasti berubah menjadi rupawan berarti banyak hal. Menjadi rupawan akan membawa dampak positif pada siapa pun. Itu yang mereka percaya.

Masalahnya menunggu hingga perubahan itu terjadi sungguh menyiksa. Bahkan ketika itu hanya tiga bulan lagi. Seperti yang dialami Tally Youngblood. Sebenarnya dulu ia tak seresah ini, ketika Peris, sahabatnya dari kecil,masih tinggal di Uglyville dan belum menjalani operasi. Namun begitu Peris menjadi bagian dari Kota Rupawan, Tally merasa hari-harinya menjadi sangat membosankan dan parahnya ia sungguh merasa kesepian. Membayangkan percakapan dengan Peris setiap harinya hanya akan membuatnya menjadi gila. Itulah mengapa suatu malam, Tally nekad untuk menyusup ke Kota Rupawan untuk menemui Peris.

Menyusup ke kota tempat tinggal para Rupawan sebenarnya sudah sering ia lakukan bersama Peris. Sehingga tak perlu heran jika ia dengan mudah dapat menyebrang dari Uglyvilleke kota Rupawan tanpa ketahuan. Namun ketika memutuskan untuk kembali ke asrama, Tally mendapat sedikit masalah. Beruntung ia bertemu Shay, seorang gadis buruk rupa dan juga tak jarang secara diam-diam mendatangi Kota Rupawan.

Dalam waktu singkat, Tally dan Shay menjadi sangat akrab. Mereka banyak melakukan banyak hal yang seru. Tally belajar cara mengendarai Hoverboard dan memodifikasinya. Ia sungguh menikmati setiap waktu yang mereka habiskan bersama. Ia berharap semua ini akan bertahan bahkan ketika operasi selesai. Sayang harapannya tak pernah terwujud. Karena ternyata Shay menolak untuk menjadi rupawan.

Dari Shay, ia tahu di luar sana banyak orang-orang yang menolak operasi dan memutuskan untuk menjadi buruk rupa selamanya. Mereka melarikan diri dan menetap di Smoke. Shay akan melakukan hal yang sama dan berharap Tally akan ikut dengannya. Sayangnya Tally memutuskan untuk tetap tinggal dan menjadi rupawan.

Rasa sedih karena kehilangan Shay masih tersisa bahkan di hari yang telah lama ditunggunya. Namun hari itu ternyata bukanlah hari besar bagi Tally. Karena tak ada operasi sama sekali. Kecuali ia mengungkapkan semua yang ia tahu tentang kaum buruk rupa yang melarikan diri. Tally harus memilih satu, melanggar janjinya pada Shay atau menjadi buruk rupa selamanya.

Seru, itu kata yang saya pilih untuk mengambarkan seluruh isi novel ini. Dari setting kota dengan konsep yang sangat aneh, sejarah masa lalu yang suram dan tentu saja teknologi yang dipakai. Kata Hoverboard adalah kata yang menarik perhatian saya dan menjadi pemicu untuk terus membaca buku ini hingga tuntas. Kalau pernah nonton Back to The Future III, benda yang bentuknya mirip skateboard itu tentu tidak asing lagi. Saya sempat berpikir ketika Marty McFly berada di masa yang sama dengan Tally.

Ide operasi plastik untuk menjadi rupawan, alasan orang-orang yang memegang kuasa untuk tetap menjaga semua tetap pada rel yang telah mereka tetapkan dan berbagai rahasia dibelakangnya juga menjadi daya tarik di buku ini. Tak sabar rasanya membaca kelanjutan buku ini.

Dari wikipedia, 20th Century Fox mengadaptasi novel ini ke layar lebar dan direncanakan tayang tahun depan. Semoga aja hasilnya keren.

Uglies
Penulis: Scott Westerfeld
Penerjemah: Yunita Chandra S.
Penerbit: Matahati
Cetakan: I, April 2010
Tebal: 432 hal

Saturday, 20 November 2010

Review: Diary Seorang Calon "Putri Raja" - Jessica Green


“Jika ingin menjadi penulis yang andal, kau harus:
Menulis, Menulis, Menulis, Menulis,
Menulis, Menulis, Menulis
Menulis, Menulis! “

Kalimat di atas adalah kata-kata Mrs. Bright, wali kelas Jillian James. Ia dan teman-teman sekelasnya diberikan sebuah jurnal untuk diisi dengan tulisan tentang apa saja. Mereka juga diperbolehkan untuk menggambari setiap lembarnya. Yang menjadi masalah adalah mereka harus menulisnya setiap hari dan hanya boleh melakukannya pada jam bebas. Satu hal yang agak berat dilakukan oleh Jillian yang menggunakan hampir semua waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas Mate-matika, pelajaran yang agak sulit dikuasainya.

Sebelumnya membaca lebih lanjut tentang Jurnal Jillian, jangan tertipu dengan kata “Putri Raja” yang menjadi judul buku ini. Karena tak ada cerita tentang Putri, Pangeran, Raja, kerajaan atau hal-hal semacam itu. Karena Jillian, benar-benar anak perempuan biasa, murid kelas 5B, Sekolah Dasar Flora Heights. Tapi bukan berarti kata “putri raja” di sini tidak berarti apa-apa. Dua kata, yang dipilih oleh Jillian untuk menyebut Geng yang terdiri dari beberapa anak perempuan teman sekelasnya. Sebut saja Skye, Megan , Kirrily, Sarah, dan Karlie. Mereka masuk dalam kelompok populer di sekolah. Dari apa yang dituliskannya di jurnal, besar harapan Jillian untuk bisa masuk dan bergabung dalam kelompok itu.

Sayangnya, oleh anak-anak Geng Putri Raja, Jillian tidak cukup keren untuk bersama mereka. Oleh mereka, Jillian dianggap terlalu culun. Semua usaha Jillian untuk mendekat tidak digubris sama sekali. Alih-alih mendapat perhatian dari anak-anak perempuan, Jillian malah didekati oleh anak-anak yang tergabung dalam Geng Culun. Lagi-lagi itu adalah nama yang diciptakan Jillian untuk Nigel. Bukannya senang, Jillian merasa sedikit terganggu dengan semua tingkah Nigel. Ia tak peduli niat baik Nigel. Bagi Jillian, kehadiran Nigel hanya menimbulkan masalah baru. Semuanya semakin diperparah ketika Geng Kepala Batu mengambil langkah yang sama. Padahal sebelumnya, mereka terlibat dalam masalah yang tidak menyenangkan. Jillian semakin pusing dibuatnya. Karena itu berarti kesempatan untuk menjadi bagian Geng Putri Raja semakin jauh. Mengingat, Geng Putri Raja tak pernah akur dengan keduanya.

Nampaknya trisemester pertama ini bukan milik Jillian James.

Apa yang saya ceritakan di atas adalah satu dari sekian banyak hal yang ditulis Jillian di jurnalnya. Di lembar-lembar berikutnya masih banyak masalah yang harus diselesaikan Jillian. Semua mungkin terlihat simpel tapi sangat menarik untuk dibaca. Saya suka cara berpikir Jillian dan hampir semua hal yang ada dalam dirinya. Tak jarang dari kalimat-kalimat yang dituliskan membuat saya tertawa kecil. Saya sedikit menyesal karena mengapa baru sekarang saya membeli buku yang versi terjemahannya terbit tahun 2007 ini. Namun tak pernah ada kata terlambat untuk melahap buku keren.

Membaca diary orang lain memang menyenangkan, namun tidak berlaku untuk hal sebaliknya. Dan hal itu membuat saya sempat bertanya-tanya begitu sampai di halaman terakhir, jika seandainya Jillian dan teman-teman sekelasnya benar-benar nyata, bagaimana perasaan Jillian ketika tahu bahwa jurnal pribadi yang hanya diketahuinya dan Mrs. Bright, diterbitkan dan dibaca banyak orang. Dalam waktu yang bersamaan saya juga dapat membayangkan gimana reaksi Jillian.

Setelah buku ini, Atria menerbitkan satu lagi buku tentang Jillian James, Diary Si Musuh Geng Kodok, yang masih dalam bentuk format jurnal dan bercerita tentang kehidupan Jillian di sd Flora Height, yang tidak kalau lucu dan seru.


Diary Seorang Calon “ Putri Raja”
Judul Asli: Diary of A Would-Be Princess
Penulis: Jessica Green
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Penerbit: Atria
Cetakan: I, Desember 2007
Tebal: 246 hlm

Monday, 15 November 2010

Review: Botchan - Natsume Soseki



Dalam bahasa jepang, Botchan merupakan panggilan sopan untuk anak laki-laki, terutama ketika mereka masih kanak-kanak dan berasal dari keluarga terpadang. Botchan,yang juga berarti tuan muda, adalah tokoh utama dalam buku ini. Panggilan ini ia dapatkan dari Kiyo, wanita yang menjadi pengasuhnya sejak kecil.

Sepeninggalan ibunya, Kiyolah satu-satunya yang peduli pada Botchan. Ayahnya memilih untuk tidak menghiraukannya. Botchan yang nakal dan selalu membuat dan membawa masalah itu dianggapnya tak pantas mendapat kasih sayang. Apalagi yang kerap mencoreng nama baik keluarga dengan semua tingkah lakunya yang menurutnya berada di luar batas kewajaran. Lihat saja ketika ia memutuskan untuk memotong ibu jarinya,berkelahi, merusak kebun wortel ataupun menyumbat sumur sawah

Botchan sendiri tak pernah menganggap hal tersebut sebagai masalah besar. Ia bahkan terkesan tidak peduli. Baginya keberadaan Kiyo sudah cukup. Ia akui bahwa semua masalah yang timbul lebih karena kecerobahnya dan spontanitas belaks. lebih menuruti apa kata hatinya. Sikap dan watak ini nampaknya berakar hingga dewasa.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Ilmu Alam Tokyo, Botchan dewasa mendapatkan tawaran mengajar di sekolah menengah di Shikoku. Botchan menyanggupi tanpa pikir panjang dan segera disesalinya, mengingat ia sebenarnya tak memiliki keinginan menjadi guru, tambahan lagi ia sama sekali tak punya bayangan kota seperti apa itu Shikoku. Walau pada akhirnya Botchan meninggalkan Tokyo.

Begitu tiba di Shikoku, Botchan sama sekali tidak terkesan. Bukan hanya karena cuaca musim panas yang terik, tetapi lebih kepada sambutan orang-orang yang bisa dibilang tidak menarik simpati Botchan sama sekali.Pelayanan yang buruk dari pihak penginapan sampai tingkah pemilik rumah yang memberinya kamar untuk disewa. Kekecewaab Botchan tidak berhenti sampai disitu. Karena di sekolah tempat ia mengajar pun dipenuhi oleh bebreapa orang dengan peringai yang tidak kalah buruk. Belum lagi dengan sistem yang diterapkan di sekolah. Botchan sungguh dibuat penat karenanya.

Namun bukan Botchan jika berdiam diri atas dan mengikuti arus. Benturan demi benturan pun terjadi. Tidak peduli kepala sekolah, teman sejawat atau murid-murid sekalipun. Tak butuh waktu lama baginya untuk tahu siapa serigala-serigala berbulu domba. Sampai pada akhirnya Botchan pun memutuskan untuk mengambil jalan yang sekali lagi berdasarkan kata hatinya tanpa peduli apa yang mungkin dipikirkan orang di sekitarnya.

~~~

Tokoh dengan karakter yang unik yang menjadi daya tarik dari buku ini. Buku yang dikemas dengan penuturan yang tidak rumit membuat saya dapat menikmati semua perjalanan dari awalai sampai akhir. Desain sampul buku ini juga tidak biasa dan menjadi salah satu alasan kenapa saya memilihnya menjadi salah satu penghuni di rak

3/5

Botchan
Penulis: Natsume Soseki
Penerjemah: Indah Santi Pratidina
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Februari 2009
Tebal: 224 hal

#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...