Musim liburan kali ini tiba-tiba menjadi tidak seru. Jauh dari yang direncanakan Rebecca. Sarah, teman dekatnya ternyata lebih memilih untuk menghabiskan masa liburan bersama Mandy, anak perempuan yang tinggal tepat disamping rumah Sarah. Awalnya Rebecca berpikir mereka bertiga akan menjadi teman bermain yang mengasyikkan. Sayangnya, Mandy hanya ingin bermain bersama Sarah, tidak dengan anak perempuan yang dianggapnya hanya mengganggu mereka dengan ocehannya yang tidak penting.
Lihat saja ketika mereka bertiga mencoba berpiknik bersama sambil makan sandwich stroberi di taman yang berada dekat dengan sebuah kolam. Mandy dan Sarah sedang asyik mencoba lipstik pink. Rebecca yang tidak diijinkan untuk ikut mencoba menjadi bosan dibuatnya. Ia akhirnya berusaha untuk mengalihkan perhatian sarah dengan mulai bercerita bahwa kolam yang airnya keruh itu dulunya adalah kolam penyihir. Saat itu banyak orang-orang yang membenci para penyihir. Penyihir yang berhasil mereka tangkap dibenamkan di kolam tersebut. Alih-alih membuat Sarah percaya pada ceritanya, Rebecca malah mendapat cemooh dari Mandy bahkan dianggap konyol oleh Sarah. Oleh keduanya, Rebecca ditinggal sendirian, di saat ia mencoba untuk membuktikan kebenaran ceritanya dengan masuk ke dalam kolam.
Rebecca yang malang. Tidak hanya kehilangan Sarah, ia juga akhirnya terjebak di keruhnya air kolam. Air kolam yang awalnya hanya berada dibawah lutut, ternyata bertambah menjadi sepinggang ketika ia mulai melangkah lebih jauh. Mungkin kolam itu benar-benar dalam seperti yang diceritakan ayahnya. Dengan langkah tergesa, Rebecca berusaha mencapai pinggiran kolam. Ketika mencoba melangkah, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang berlendir dan mencakar-cakar mencengkram kakinya.
Dengan susah payah akhirnya ia berhasil mencapai tepian kola dan akhirnya sadar sesuatu yang melekat dengan kuat dipergelangan kakinya tidak lain adalah seekor kodok bangkong. Sekali lihat setiap orang pasti akan bergindik. Kulitnya yang berbintil terlihat sangat menjijikan belum lagi dua mata yang melotot, ditambah dengan kemampuannya berbicara layaknya manusia. Glubbslyme, begitu ia menyebut namanya. Tak lupa ia menjelaskan kepada Rebecca bahwa ia dulunya adalah familiar seorang penyihir sungguhan yang hidupnya berakhir dengan menggenaskan di kolam tersebut.
Tak dinyana, Rebecca tak memiliki ketakutan sedikitpun terhadap Glubbslyme. Ia bahkan membawanya pulang. Bukan karena ketertarikan pada kemampuan sihir Glub.Kodok itulah yang meminta Rebecca untuk membawanya pulang. Awalnya sempat terbersit keraguan, namun mengingat ia telah melihat dengan mata kepala sendiri, kodok itu pasti bisa melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mengeringkan pakaiannya yang basah saat nyaris terbenam tadi. Setidaknya ia mendapatkan teman bicara dan tak akan merasa sepi. Selain itu ia juga bisa sedikit bermain-main dengan sihir yang dimiliki Glub. Sayangnya ia tak pernah tahu, Glub tak pernah main – main dengan sihir yang dimilikinya.
Seperti buku-buku Jacqueline Wilson yang bergenre fantasi, kisah ini juga terkesan ringan. Tidak perlu mengernyitkan kening untuk mengikuti alur dan setting yang rumit seperti banyak buku fantasi kebanyakan. Itu memang menjadi ciri khas Jacqueline. Tapi tetap asyik untuk dibaca. Tokoh Glubbslyme sang kodok adalah salah satu alasannya. Ia bisa sombong, angkuh dan lucu bahkan terkesan konyol dalam waktu yang bersamaan.
Keistimewaan lain dari buku ini adalah ilustrasi yang dipakai Jacqueline Wilson berbeda. Setelah mengecek di datanya tentang bukunya, illustratornya ternyata memang beda. Kalau buku-buku yang lain menggunakan gambar yang dibuat oleh Nick Sharratt, kali ini goresan tangan Jane Cope yang dipilih. Nick sendiri hanya kebagian menggambar sampul.
Glubbslyme
Judul Indonesia: Kodok Ajaib
Penulis: Jacqueline Wilson
Ilustrasi: Jane Cope
Ilustrasi Sampul: Nick Sharratt
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Agustus 2009
Tebal: 152 hlm