Sepeninggalan ibunya, Kiyolah satu-satunya yang peduli pada Botchan. Ayahnya memilih untuk tidak menghiraukannya. Botchan yang nakal dan selalu membuat dan membawa masalah itu dianggapnya tak pantas mendapat kasih sayang. Apalagi yang kerap mencoreng nama baik keluarga dengan semua tingkah lakunya yang menurutnya berada di luar batas kewajaran. Lihat saja ketika ia memutuskan untuk memotong ibu jarinya,berkelahi, merusak kebun wortel ataupun menyumbat sumur sawah
Botchan sendiri tak pernah menganggap hal tersebut sebagai masalah besar. Ia bahkan terkesan tidak peduli. Baginya keberadaan Kiyo sudah cukup. Ia akui bahwa semua masalah yang timbul lebih karena kecerobahnya dan spontanitas belaks. lebih menuruti apa kata hatinya. Sikap dan watak ini nampaknya berakar hingga dewasa.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Ilmu Alam Tokyo, Botchan dewasa mendapatkan tawaran mengajar di sekolah menengah di Shikoku. Botchan menyanggupi tanpa pikir panjang dan segera disesalinya, mengingat ia sebenarnya tak memiliki keinginan menjadi guru, tambahan lagi ia sama sekali tak punya bayangan kota seperti apa itu Shikoku. Walau pada akhirnya Botchan meninggalkan Tokyo.
Begitu tiba di Shikoku, Botchan sama sekali tidak terkesan. Bukan hanya karena cuaca musim panas yang terik, tetapi lebih kepada sambutan orang-orang yang bisa dibilang tidak menarik simpati Botchan sama sekali.Pelayanan yang buruk dari pihak penginapan sampai tingkah pemilik rumah yang memberinya kamar untuk disewa. Kekecewaab Botchan tidak berhenti sampai disitu. Karena di sekolah tempat ia mengajar pun dipenuhi oleh bebreapa orang dengan peringai yang tidak kalah buruk. Belum lagi dengan sistem yang diterapkan di sekolah. Botchan sungguh dibuat penat karenanya.
Namun bukan Botchan jika berdiam diri atas dan mengikuti arus. Benturan demi benturan pun terjadi. Tidak peduli kepala sekolah, teman sejawat atau murid-murid sekalipun. Tak butuh waktu lama baginya untuk tahu siapa serigala-serigala berbulu domba. Sampai pada akhirnya Botchan pun memutuskan untuk mengambil jalan yang sekali lagi berdasarkan kata hatinya tanpa peduli apa yang mungkin dipikirkan orang di sekitarnya.
~~~
Tokoh dengan karakter yang unik yang menjadi daya tarik dari buku ini. Buku yang dikemas dengan penuturan yang tidak rumit membuat saya dapat menikmati semua perjalanan dari awalai sampai akhir. Desain sampul buku ini juga tidak biasa dan menjadi salah satu alasan kenapa saya memilihnya menjadi salah satu penghuni di rak
3/5
Botchan
Penulis: Natsume Soseki
Penerjemah: Indah Santi Pratidina
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Februari 2009
Tebal: 224 hal
4 comments:
Hai Ally, me likey your blog! :)
Salam kenal ya. Ah sama pendapat kita tentang buku ini, awalnya jatuh cinta dengan covernya. Unik. Tapi sayang ga terlalu suka critanya, karena tokoh utamanya ga loveable.
Hi mia, Thanks for stopping by
Dari chapter awal, Dari kecil Botchan emang bukan pribadi yang menyenangkan. Bahkan ketika dah jadi guru. Tapi itu juga yang ngebuat Botchan jadi unik
:D
heey alee, aku udah baca cerita ini.
menurutku cerita ini keren, karen tokoh utama ini udah mao berusaha untuk g merubah sikap2nya di daerah yg kebanyakan orang2nya picik smua.
sayangnya dia suka minder sendiri kalo takut kalah waktu lg bedebat sama si kemeja merah :p
hai hai karakter Botchan itu sebagian mewakili karakter diri ku.
Kata temanku aku bijaksana tapi tidak pintar, orang cari duit di Jakarta itu kadang tidak diperlukan idealisme berupa kebijaksaan tp jg kecerdasan dalam artian kelicikan dan sedikit keculasan, namun entah mengapa aku seperti di ciptakan Tuhan u/ tidak menjadi orang spt itu, namun jujur terasa berat jadi orang baik
--------------------------------
mampir yah -> P E R T A M I N A
Post a Comment