Monday, 31 October 2011

Review: Sweet Misfortune - Kevin Alan Milne

Bagi Sophie Jones, kebahagiaan sama dengan sepotong cokelat: manis, tetapi cepat sekali meleleh dan hilang. Segala macam tragedi sepertinya telah dia alami: Kehilangan orangtua, dicampakkan tunangan, dan sebagainya. Masa lalunya itu membuatnya percaya bahwa di dunia ini tidak ada kebagiaan.
Dia pun menumpahkan kesedihannya dengan menjual Misfortune Cookies - kue-kue yang menyimpan secarik pesan ketidakberuntungan di dalamnya. Kue itu laku keras, dan dia merasa senang.
Di sela-sela itu, Garrett Black, mantan tunangannya yang punya andil dalam semua penderitaannya, tiba-tiba muncul dan memohon untuk kembali padanya. Awalnya, Sophie menolak mentah-mentah. Namun, ketika Garrett terus memohon, Sophie mengajukan tantangan: Garrett harus membuktikan bahwa kebahagiaan sejati memang ada. Bila dia berhasil, Sophie akan mempertimbangkan permintaannya. Akankah Garrett berhasil? Dan dapatkah mereka kembali bersama?  ~Goodreads~
Ketika memutuskan untuk membaca Sweet Misfortune, saya tidak mengharapkan apa-apa. Mengingat genre yang diusung oleh buku ini selalu saya tempatkan sebagai pilihan terakhir. Saya membacanya tidak lebih karena buku romance adalah pilihan BBI bulan Oktober. Di luar dugaan, Sweet Misfortune memberi banyak kejutan yang tidak pernah saya harapkan akan muncul dari sebuah buku romance

Gelas Setengah Kosong

Sulit rasanya untuk menyukai karakter utama yang pesimis seperti Sophie Jones. Tidak sekali dua kali muncul keinginan untuk menutup mulut perempuan yang skeptis ini. Saya heran ketika menemukan orang-orang yang masih saja betah berada satu ruangan bersama pemilik toko cokelat yang tidak pernah kehabisan kata untuk dituliskan di atas kertas untuk kue-kue ketidakberuntungan yang dibuatnya. Butuh ratusan lembar sampai akhirnya paham bagaimana insiden-insiden di masa lalu menutup mata Sophie untuk sebuah kata, kebahagiaan. Walau hal itu tidak juga membuat saya menyukainya

Friend; one who knows all about you and still loves you anyway

Dibanding Sophie, saya lebih menyukai Evalynn, sahabat yang juga saudara angkat Sophie ini nampaknya telah terbiasa dengan pikiran dan ucapan yang negatif. Walau sempat mengernyitkan dahi untuk semua yang dilakukannya untuk Sophie, namun pada akhirnya saya mengerti. Itulah yang disebut sahabat.

Dicari: Kebahagiaan.
Hanya kebahagiaan yang bertahan lama. Bukan yang  hanya bertahan sementara.
Penggalan iklan yang dipasang Garrett inilah yang membuat saya yakin bahwa pria seperti Garrett-lah yang dibutuhkan oleh setiap wanita. Tidak butuh waktu lama untuk menyukai pria yang kembali kehidupan Sophie ini. Bukan karena kata-kata romantis yang terucap dari mulutnya, namun untuk semua hal yang dilakukan untuk menyakinkan Sophie bahwa kebahagian dalam hidup benar adanya. Setidaknya pria seperti Garrett mampu membuat wanita seperti Sophie mampu berucap "...Lelaki sepertimu hanya datang satu kali saat bulan berwarna biru" (h.164)

Some people are lucky in love. You are not one of them
Saya tak dapat menahan tawa ketika membaca kalimat di atas, yang juga tertera di sampul depan. Kata-kata semacam itulah yang ditulis Sophie dan diselipkan dalam kue-kue ketidakberuntungannya. Saya membayangkan puluhan ramalan yang ia buat setiap harinya.Namun dengan cara memandang kehidupan yang demikian sempit,  saya pikir Sophie tidak menemukan kesulitan untuk menuliskan kalimat yang sama pahitnya dengan rasa kue berlapis cokelat yang dibuatnya. Anehnya, kata-kata semacam itulah yang menjadi bagian yang saya tunggu di setiap babnya.

Tidak ada yang istimewa dari hubungan yang terjalin antara Sophie dan Garrett. Seperti buku romance lainnya, akhir kisah mereka dengan mudah bisa ditebak. Namun bagaimana sampai akhirnya hal tersebut terjadi, yang membuatkan buku ini sangat menarik. Banyak bagian yang bisa diambil sebagai pelajaran. Tidak sedikit yang membuat saya terharu. Bagi saya, Buku yang ditulis oleh Kevin Alan Milne lebih dari sekedar cerita romance.

Untuk semua penggemar buku bergenre light romance, Sweet Misfortune seharusnya ada di deretan buku kalian, bahkan ketika buku bergenre romance adalah pilihan terakhir ketika memilih sebuah bacaaan seperti yang selalu saya lakukan. Just give it a try.

Cover
Saya suka warna sampulnya. Namun saya lebih suka cover aslinya. Selain kertas ramalan, saya juga ingin melihat kue ketidakberuntungan yang dibuat Sophie. 


4/5


Sweet Misfortune
Judul Indonesia: Cinta dalam Kue Ke(tidak)beruntungan 
Penulis: Kevin Alan Milne
Penerjemah: Harisa Permatasari
Penerbit: Qanita
Cetakan: I, Juli 2011
Tebal: 456 hal


Thursday, 27 October 2011

Review Blog : It's All About Books



Tidak terasa sudah empat tahun berlalu...


Awalnya ada keraguan untuk memulai blog yang isinya review buku. Pertama,karena saat itu saya sama sekali belum terbiasa menulis resensi. Takutnya malah tidak terurus karena saya sudah punya blog pribadi. Rasa bingung pun bermunculan. Dari pemilihan template, banner, nama sampai pemilihan alamat blog. 


Namun pada akhirnya, postingan perdana pun muncul juga. Tepatnya tanggal 19 Juni. Walaupun saat itu bukan berupa review. Semuanya tak lepas dari dukungan Kobo -  BukuBukuku,  salah satu teman online pertama yang punya kecepatan membaca yang luar biasa. Oh iya, dari Kobo, saya mendapat Banner yang sampai sekarang masih saya pakai. Alamat blog ini pun atas idenya. Terima kasih, Bo.


Artemis Fowl - Incident Artic terbitan Gramedia adalah buku pertama yang saya review di blog ini. Ketika membaca ulang, postingan itu membuat saya tergelak. Penuh spoiler dan typo. Bahkan keterangan buku tidak satu pun yang  tidak saya cantumkan. Hal yang sama juga terjadi di beberapa postingan awal. Jadi gemes sendiri ngelihatnya. Ada keinginan untuk mengedit postingan-postingan itu. Namun akhirnya saya tidak melakukan perubahan apapun. Untuk sementara, saya anggap sebagai reminder untuk menulis dengan lebih baik dan teliti. 


Kalau ada waktu luang, masalah typo di postingan lama bisa sedikit demi sedikit saya edit. Tapi kalau spoiler, biarlah apa adanya. Sungguh, saya tidak bermaksud. Semuanya terjadi karena saat itu saya belum paham benar, apa esensi sebuah review buku. Lagipula, saat itu yang terbersit di pikiran saya,  menulis review supaya saya tidak lupa.  


Sebelum menerbitkan tulisan ini, saya sempat melihat posting demi postingan. Ternyata buku - buku yang saya review cukup beragam. Walau sedikit, ternyata ada beberapa buku nonfiksi. Bahkan ada beberapa buku motivasi. Ketika membaca ulang kalimat demi kalimat, saya hampir tidak percaya saya bisa menulis kalimat demi kalimat seperti itu. Ha!


Dari situ juga, saya sempat memperhatikan kalau pengunjung blog buku ini juga jumlahnya sedikit banget. Terlihat dari jumlah page view untuk setiap postingan. Apalagi komentarnya. Sedih sih. Tapi kalau ingat apa tujuan awal saya membuat blog buku ini, hal semacam itu bukan masalah besar. 


Ah iya, gaya dan bentuk penulisan dari tahun ke tahun pun terus berubah. Namun untuk postingan - postingan berikutnya, saya memutuskan untuk menyeragamkan semuanya. Baik review dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 


Layaknya blog pribadi yang lebih dulu muncul, blog buku juga mengalami pasang surut. Semua terlihat dari jumlah postingan. Tahun 2007, saya bisa menulis sebanyak 49 review. Jumlah tersebut terus meningkat di tahun 2008. Sayangnya, tahun 2009 dan 2010, blog buku ini nyaris mati. Dalam 2 tahun itu, jumlah review yang saya tulis tidak begitu banyak. Semua itu karena saya tidak dapat membagi waktu dengan baik. Saya kebanyakan main game online. Akhirnya menulis review terasa amat berat. Yang menyedihkan, kecepatan membaca saya yang lambat menjadi makin lambat.


Untungnya di tahun 2011, terjadi sedikit perubahan. Terima kasih untuk Dela - Books of Dela. Walau nggak kenal secara pribadi, kalau bukan karena blog bukunya, saya mungkin tidak akan pernah tahu blog-blog buku milik  blogger dari Amerika, Australia, dan Jerman. Yang mengejutkan, mereka blogger buku yang aktif banget. Selain review,  mereka punya banyak jenis postingan yang membantu para penulis mempromosikan buku. Sebut saja, It's Monday, What Are You Reading?, Teaser Tuesday,Waiting on Wednesday, Trailer Tuesday, dll. Bahkan setiap minggunya ada satu postingan khusus untuk mempromosikan sebuah blog buku. Yang kulihat,  tiada hari tanpa postingan. Salut!


Perkenalan dengan blogger luar ini lah yang akhirnya membuat saya kembali melirik blog yang nyaris saya tinggalkan. Sedikit demi sedikit saya kembali menulis review. Dan untuk pertama kalinya saya membuat review dalam bahasa Inggris. 


Saya banyak belajar dari mereka. Tapi tidak akan saya bahas sekarang. Mungkin di postingan akhir tahun nanti. Satu yang pasti, mereka banyak menginspirasi saya. Karena mereka jugalah hingga terbersitlah ide yang mempertemukan saya dengan blogger- blogger buku Indonesia, yang ternyata makin banyak dan tetap konsisten mengupdate blog mereka dengan review buku yang genre sangat beragam.


Entah kapan tepatnya, yang jelas sekarang saya punya komunitas baru. Blogger Buku Indonesia namanya. Senang rasanya menemukan teman-teman baru yang punya hobi yang sama. Kalau pake hastag yang beberapa hari ini muncul di timeline, saya akan menulis #BerkatNgeblog saya ketemu banyak teman dan sahabat  baru. 




Tulisan ini untuk memperingati Hari Blogger Nasional dan sekali lagi untuk membuktikan bahwa blog bukan trend sesaat. :D


**Big Hugs to all BBI-ers | you know who you are ;)


Tuesday, 25 October 2011

Review: Girls Under Pressure - Jacqueline Wilson



Aku pusing dengan berat badanku. Tubuhku bulat berisi dan pipiku tembam. Kata orang-orang aku tidak gemuk, tetapi cermin kan tidak pernah bohong!
 Jadi kuputuskan untuk berdiet gila-gilaan. Aku keranjingan berenang dan aerobik. Coba bayangkan! Ellie-Elephant berolahraga! Namun, aku merasa diet dan olahraga saja tidak cukup. Aku butuh cara lain untuk bisa kurus dengan cepat.
 ~~~
Kalau saja mereka tidak mencantumkan nama sang penulis di sampul depan, saya tidak akan pernah tahu kalau Girls Under Pressure adalah salah satu karya Jacqueline Wilson. Karena mata saya sudah akrab dengan Ilustrasi yang dibuat Nick Sharrat. Begitu pula bentuk font yang dipilih sebagai judul buku. Buku ini sama sekali tidak menyisakan sedikit pun sentuhan yang biasanya saya temukan di semua buku Jacqueline Wilson yang telah saya baca. Di beberapa halaman awal saya merasa ada yang hilang.

Girls Under Pressure adalah buku kedua dari serial Girls. Isu yang diangkat oleh Jacqueline Wilson di buku ini adalah Anoreksia dan Bulimia, dua kelainan pola makan yang tidak jarang terjadi pada perempuan, remaja maupun dewasa.  Mereka merasa dirinya sangat gemuk sehingga memutusakan untuk diet berlebihan bahkan tidak menyentuh  makanan sama sekali. Kalaupun akhirnya mereka makan, pada akhirnya semua yang telah ditelan akan mereka paksa untuk keluar lagi. Seperti masalah-masalah serius lainnya,  masalah berat badan dan diet berlebihan ini berhasil dikemas oleh Jacqueline Wilson dalam cerita sederhana. Sehingga para pembaca terutama target pembaca  tidak akan mengalami kesulitan untuk memahami pesan yang disampaikan. Itu juga yang menjadi alasan mengapa saya tidak pernah bosan dengan buku-buku yang ditulisnya

Buku ini ditulis dari sudut pandang Ellie, seorang siswa SMP. Awalnya tidak mudah untuk membedakan Ellie dan kedua sahabatnya, Nadien dan Magda. Saya seharusnya lebih dulu membaca seri yang pertama. Sehingga tidak perlu menghabiskan lebih banyak waktu untuk masalah yang satu ini. Tidak hanya ketiga gadis remaja itu,  di bab awal saya sempat menyangka kalau Eggs, adik Ellie, sebagai binatang peliharaan keluarga mereka.Untung saja hal ini tidak berlangsung lama. Karena pada akhirnya semua karakter dipaparkan dengan jelas. Kecuali Eggs. Kalau bukan karena Wikipedia, saya akan tetap menganggap Eggs sebagai anak perempuan

Sekalipun menjadi karakter utama, Ellie tidak lantas menjadi karakter yang saya sukai. Anak perempuan yang memiliki bakat di bidang seni ini justru membuat saya kesal sejak awal. Salah satunya karena sifatnya yang keras kepala. Tak seorang pun yang dapat membuatnya yakin bahwa tak ada yang salah dari dirinya sampai satu insiden besar terjadi. Namun sifatnya itu juga yang membuat saya penasaran sampai kapan ia akan bertahan. Karena ketika saya berpikir ia telah sadar akan kekeliruannya, ternyata ia masih saja melakukan diet gila-gilaan. Terlepas dari semua itu, saya menikmati saat Ellie menghabiskan waktu bersama Nadine dan Magda ataupun saat ia  berada di kelas seni.

Mengenai karakter lain,  saya tertarik pada sosok Eggs. Sayangnya hubungan Ellie dan Eggs tidak begitu menyenangkan. Ellie kerap menganggap Eggs sebagai pengganggu kecil. Sering kali komentar-komentar adik kecilnya itu membuat Ellie merasa kesal. Namun kalimat-kalimat itulah yang membuat saya jadi ingin membaca buku ini  dalam bahasa aslinya. Oh iya, Kalau bukan dari Wikipedia, saya akan tetap berpikir kalau Eggs itu anak perempuan.

Dari Wikipedia, tahun 2003 buku-buku yang bercerita tentang kisah Ellie ini ternyata diangkat menjadi drama seri dan telah tayang dalam dua musim. Satu hal yang sangat disayangkan, sosok Ellie tidak dibuat seperti halnya di buku. Walau begitu saya tetap ingin nonton satu episode. Penasaran ingin lihat celoteh Eggs.

Cover
Tidak ada masalah dengan pilihan warna, font ataupun ilustrasi yang dipilih Atria. Ilustrasi yang ada di dalam buku pun digambarkan dengan baik. Saya tidak bisa menahan untuk tidak tertawa kecil setiap kalu melihat gambar yang dibuat oleh Ony Marga, sang ilustator,  untuk mengilustrasikan Ellie. Namun kalau boleh memilih, saya lebih suka tidak ada satu pun ciri khas yang hilang dari buku-buku karya Jacqueline Wilson.

4/5


Girls Under Pressure
Judul Indonesia: Tekanan Batin
Penulis: Jacqueline Wilson
Penerbit: Atria
Tebal: 271 hal
Cetakan: I, Oktober 2009



#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...