19 Desember 1948. Agresi Militer II Belanda terhadap Ibu Kota Yogyakarta menyebabkan Presiden Sukarno ditangkap. Wakil Presiden Mohammad Hatta yang cemas dengan kondisi itu segera mengirimkan tlegram kepada Menteri Kemakmuran RI, Syafrudin Prawiranegara, yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Ternyata benar, tak lama kemudian Sukarno-Hatta pun ditangkap Belanda, mereka diasingkan ke Bangka. Pemerintahan resmi lumpuh. Di sebuah dangau kecil yang belakangan dikenal sebagai "Dangau Yaya", Syafruddin mengumumkan berdirinya PDRI, pada Rabu 22 Desember 1948.
Dari sudut pandang seorang pemuda pengikutnya, Kamil Koto, mengalirlah kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang selama 207 hari nyaris melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, tetapi sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan Indonesia.(Goodreads)
~~~
Presiden Prawiranegara, dua kata yang sangat mengelitik keingintahuan saya. Bagaimana tidak, dari apa yang saya pelajari di bangku sekolah, urutan Presiden sejak kemerdekaan sampai hari ini, nama Prawiranegara tidak pernah tercatat. Inilah yang menjadi alasan mengapa bulan Agustus kemarin saya memilih buku ini sebagai bahan bacaan.
Nama Akmal Nasery Basral yang tertulis jelas di sampul buku, juga sangat berpengaruh dalam pemilihan buku ini. Saya sangat penasaran bagaimana cara sang penulis, yang pernah membuat saya berdecak kagum beberapa tahun lalu saat membaca Imperia, meramu semua fakta dan dan sedikit rekaan cerita dan kemudian menyungguhkannya dalam bentuk sebuah novel sejarah. Dan sekali lagi, kepiawaiannya merajut kata-kata terbukti di buku ini. Buku yang membuka mata saya akan sebuah peristiwa yang tidak dijelaskan secara gamblang di buku sejarah yang saya pelajari selama sekolah.
Presiden Prawiranegara. Kalau tidak membacanya, saya tidak akan pernah tahu siapa Syafruddin Prawiranegara. Sebagai seseorang yang dulu menempatkan Sejarah sebagai salah satu pelajaran favorit, buku ini membuat saya malu. Apa yang saya pelajari tentang Agresi Militer II Belanda di sekolah dulu tidak bersisa kecuali tanggal dan tempat terjadinya insiden. Saya sama sekai tidak ingat keberadaan PDRI. Nama Syafruddin Prawiranegara pun tidak melekat di benak. Padahal pemimpin PDRI memiliki banyak peranan penting baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Menelusuri bab demi bab buku ini , saya seperti kembali duduk di kelas sejarah. Semua penuturan sang narator, Kamil Koto, mengingatkan pada apa-apa yang nyaris saya lupakan. Tidak hanya apa yang sesungguhnya terjadi saat serangan mendadak tersebut, tapi juga sampai pada dampak yang ditimbulkan. Peristiwa yang terjadi Saya pun diingatkan lagi bagaimana sampai bangsa ini terlibat perundingan demi perundingan. Yang tidak kalah penting adalah pengenalan lebih dalam tentang sosok Syafruddin Prawiranegara, sang pemimpin PDRI.
Satu hal yang saya sayangkan, buku ini tidak menjelaskan dengan detail bagaimana proses penyerahan kembali kekuasaan dari PDRI. Rasanya tidak imbang. Karena di bagian awal, dipaparkan dengan jelas bagaimana kondisi pemerintahan saat agresi terjadi sampai pembentukan PDRI di Bukittinggi.
Yang membuat miris adalah ketika membaca fakta tentang bagaimana kehidupan Syafruddin Prawiranegara di pemerintahan yang baru. Sedih rasanya ketika mengetahui semua yang dialami oleh tokoh yang telah berjuang mempertahankan dan menyelamatkan Republik yang saat itu berada di ujung tanduk.
Saya berharap di tahun-tahun mendatang, akan lebih banyak buku-buku seperti ini. Sehingga genre fiksi sejarah tidak hanya didominasi oleh buku-buku terjemahan.
Saya berharap di tahun-tahun mendatang, akan lebih banyak buku-buku seperti ini. Sehingga genre fiksi sejarah tidak hanya didominasi oleh buku-buku terjemahan.
Cover
Warna dan desain sampul bukan dua hal yang membuat saya memilih buku ini.
Judul: Presiden Prawiranegara; Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia
Penulis: Akmal Nasery Basral
Penerbit: Mizan Pustaka
Cetakan: I, Maret 2011
Tebal: 370 halaman
No comments:
Post a Comment