Sebagai satu satunya anak perempuan di keluarga Kincaid, Claudia merasa dialah yang memperoleh tugas yang paling besar. Dari tugas mengosongkan seluruh tempat sampah di rumahnya,menata meja makan sampai pemotongan uang saku bila ia lupa membereskan tempat tidur, sementara itu semua adik-adiknya terbebas dari segalanya. Semua hal hal tersebut dirasakan Claudia sebagai ketidakadilan yang membuatnya mantap untuk meninggalkan rumah. Semua itu hanya dengan satu tujuan untuk membuat orang tuanya sadar dan memahami ketidakadilan yang telah mereka berlakukan selama ini.
Rencana ini telah dibuatnya dengan matang dan hati – hati karena ia tak ingin semua hanya berakhir dengan kerugian dipihaknya. Museum Seni Metropolitan, New York menjadi tujuannya, bahkan Jamie, salah satu adik laki-lakinya, diajak untuk ikut. Bukan karena ia takut sendiri, namun karena ia tahu bahwa Jamie memiliki lebih banyak uang dibandingkan dan bisa dipercaya bisa membiayai perjalanan mereka
Hari rabu dipilih sebagai waktu yang tepat untuk menjalankan rencana. Semua baju dimasukkan dalam tas dan kotak peralatan musik. Tanpa halangan berarti dan sesuai rencana, kedua Kincaid bersaudara tiba di Museum yang tak pernah sepi dari pengunjung. Claudia memutuskan untuk menjadikan museum ini sebagai tempat tinggal mereka. Masalah keuangan untuk makan pagi sampai malam diatur dengan ketat oleh Jamie
Setelah melihat dan memahami keadaan museum, petualangan mereka pun dimulai. Jamie boleh memilih galeri mana yang akan mereka kunjungi pertama kalinya. Galeri Renaissance Italia menjadi pilihan anak laki laki yang sebenarnya tak tahu apa arti Renaissance. Pada saat yang sama, seribu orang mengante untuk melihat benda-benda di ruang yang sama. Hal ini membuat Claudia menjadi penasaran terhadap benda yang membuat orang – orang rela berbaris seperti itu. Claudia hanya sempat melihat sekilas. Benda itu adalah patung malaikat yang sangat cantik dan angun.
Seperti yang diduga mereka sebelumnya, berita tentang patung ini muncul di koran Times keesokan harinya. Sangat mengejutkan, ternyata patung malaikat itu dibeli dengan harga sangat murah dari Mrs. Basil E. Frankweiler. Hanya seharga $255 Oleh sebagian para pakar, patung itu dipercayai sebagai salah satu buatan Michelangelo. Namun belum ada bukti yang pasti. Mengetahui hal tersebut, Claudia memutuskan untuk memecahkan misteri yang menyelimuti patung malaikat itu dan berjanji tidak akan pulang sebelum semuanya terungkap.
Cara kabur yang menyenangkan. Tapi kalau harus dilakukan di makassar, rasanya saya akan mencari tempat yang lain. Karena mendengar kata museum, yang terlintas adalah gedung tua gelap yang dipenuhi dengan benda – benda bersejarah yang berdebu dan tak lagi terawat. Setidaknya itu yang saya lihat di Museum di Makassar. Rasanya ingin cepat – cepat keluar. Hehehe..Benar benar berbeda dengan Museum Seni Metropolitan yang dikunjungi oleh Claudia dan Jamie. Setiap galeri rasanya mempunyai daya tarik tersendiri. Ikut berpetualang bersama mereka pasti menyenangkan. Asal jangan seperti museum yang dijaga oleh Ben Stiler di A Night In Museum. Semua benda jadi hidup.
Catatan tambahan dari pengarang membuat buku ini semakin menarik. Ternyata banyak hal yang telah berubah ketika E.L. Konigsburg menuliskan cerita tentang Claudia dan Jamie. Dari sana saya juga bisa tahu bahwa perhatian mereka terhadap benda – benda museum sangat besar. Tidak seperti di sini. Yah, mungkin pemerintah kota makassar masih butuh waktu untuk membenahi semuanya.
Dari Arsip Campur Aduk Mrs. Basil E. Frankweiler
Penulis: E.L. Konigsburg
Penerjemah: Cuning K. Goenadhi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April, 2007
Tebal: 200 hlm