Wednesday, 17 September 2008
Review: Konrad Si Anak Instan - Christine Nostlinger
Friday, 12 September 2008
Review: The Lovely Bones - Alice Sebold
Judul Indonesia: Tulang – Tulang Yang Cantik
Penulis: Alice Sebold
Penerjemah: Gita Yuliani K.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2008
Tebal: 440 hlm
Kehidupan setelah kematian adalah satu dari banyak hal yang masih terselubung misteri. Beberapa pendapat mengenai hal ini juga beragam. Semua berangkat dari pemahaman masing – masing. Setiap orang mengambil salah satu pemahaman tersebut dan menjadikannya sebagai keyakinan. Setidaknya dengan begitu mereka tak perlu bersusah paya untuk mereka- reka dunia yang nyaris tak tersentuh.
Alice Sebold adalah satu dari banyak orang yang saya yakin juga turut memikirkan dunia penuh misteri tersebut. Semua terlihat melalui novelnya The Lovely Bones.
Susie Salmon, dipilihnya menjadi tokoh utama yang sekaligus mengantar sang pembaca menulusuri dunia sesudah kematian. Melalui Susie, pembaca bisa tahu sedikit bagaimana dunia setelah seseorang meninggalkan raganya. Bagaimana interaksi setiap ruh di dalamnya. Namun jangan berharap akan mendapatkan detailnya. Apalagi jika ingin mengetahui tentang keberaaan surga dan neraka. Karena Susie lebih banyak menfokuskan pikiranya pada kehidupan dunia. Susie memang tak bisa mengalihkan pandangannya dari kehidupannya di Bumi.
Agak aneh memang. Namun siapa pun mungkin akan melakukan hal yang sama. Apalagi jika mengalamami hal buruk seperti Susi. Anak perempuan yang berumur empat belas tahun itu memang meninggal dengan cara menggenaskan. Ia tewas setelah diperkosa dan dibunuh dengan potongan tubuh yang beredar dimana- mana. Yang menyakitkan semua itu dilakukan oleh Mr Harvey, tetangganya sendiri.
Karena sore itu, saat bertemu Mr Harvey di ladang jagung, Susie sama sekali tidak menyimpan kecurigaan. Tak ada pertanda bahwa sore itu adalah saat – saat terakhir hidupnya.
Kematian itu tentunya tidak hanya meninggalkan luka yang dalam bagi Susie.
Karena ia terpaksa melupakan semua mimpi – mimpi yang tela dirajut sebelumnya.
Luka yang sama juga di alami seluruh anggota keluarganya. Semuanya begitu tiba – tiba. Yang paling menyakitkan adalah mengetahui fakta bahwa mereka tak dapat menenukan jasad Susie secara utuh dan melakukan pemakaman secara layak. Karena satu- satunya ditemukan adalah potongan siku lengan.
Tidak seperti di cerita – cerita pembunuhan lainnya, polisi ataupun detektif benar – benar dibuat lumpuh. Tak ada bukti kuat yang ditemukan untuk menunjuk satu tersangka yang bertanggung jawab atas kematian Susie. Bulan demi bulan berlalu tanpa hasil. Sehingga yang ada hanyalah rasa putus asa. Terlebih bagi keluarganya. Salah satunya adalah hubungan ayah dan ibu Susie mulai renggang. Rasa geram terhadap Mr Harvey semakin memuncak. Namun Susie tak dapat berbuat banyak. Ia hanya dapat mengamati kehidupan yang terus berjalan tanpa dirinya.
Sebenarnya tidak hanya Susie, saya sebagai pembaca juga merasa sangat geram. Tidak hanya pada sang pembunuh, tapi juga pada kinerja para detektif. Mengapa harus menunggu lama untuk mengungkapkan kasus seperti ini. Tidak jarang saya ingin menutup dan meletakkan buku ini karena kelambanan kerja mereka. Untungnya tak perlu menunggu sampai korban berikutnya jatuh.
Selain para detektif, saya juga sedikit geram dengan Abigail Salmon, ibu Susie. Dari wanita yang menyenangkan, ia berubah menjadi seseorang yang lemah dan dengan mudah menyerah pada keadaan. Bahkan ketika anggota keluarga lain sedang berjuang melawan rasa sakit.
Yang istimewa dari petualangan bersama Susie dari dunia tak tersentuh adalah dengan mudah mengamati setiap orang tanpa perlu khawatir ketahuan. Mengetahui pikiran mereka tentang diri kita. Dan melihat bagaimana pengaruh ketidakberadaan diri kita dalam kehidupan mereka. dengan begitu kita bisa mengetahui seberapa penting keberadaan kita bagi hidup seseorang.
Dari Wikipedia, film yang diadaptasi dari buku ini sedang dalam proses pengerjaan. Dan masih dari sumber yang sama, ternyata sang penulis, Alice Sebold menuliskan buku ini sebagai bagian dari pengalaman pahitnya di masa lalu
Review: The Boy Who Ate Stars - Kochka
The Boy Who Ate Stars
Judul
Penulis: Kochka
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Agustus 2008
Tebal: 104 hlm
Pindah ke lingkungan baru bukanlah hal yang mudah. Tidak hanya harus mengatasi rasa kehilangan tapi juga harus mulai beradaptasi dengan orang – orang baru. Namun bagi Lucy, hal itu nampaknya bukan masalah besar. Begitu menempati apartemen mereka yang baru di bulan september, ia bertekad untuk mengenal semua tetangganya. Ia telah mempersiapkan rencana untuk mendatangi semua orang dari lantai atas sampai lantai paling.
Namun belum juga berhasil merampungkan misinya, Lucy tiba – tiba berubah pikiran. Semuanya dikarenakan seorang anak bernama Matthew. Seistimewa apakah anak laki – laki berusia empat tahun itu hingga sanggup membuat Lucy memutuskan untuk melupakan rencana hebatnya?
Dari luar Matthew hanyalah seorang anak laki-laki yang pucat dengan tubuhnya yang pendek serta rambut cokelat dan keriting. Bukannya mendapat sambutan yang hangat dipertemuan mereka yang pertama, Matthew malah membuat rambut Lucy acak – acakan. Namun semua itu ternyata tak membuat Lucy mengambil langkah menjauh. Sebaliknya di mata Lucy, Matthew terlihat sangat memukau. Seakan ada satu keistimewaan yang tidak pernah dimiliki orang sehingga membuat Lucy tak pernah bosan untuk mengunjungi apartemen yang tepat lantai di atas apartemen milik ayahnya. Bahkan sekalipun ia pun ia tahu apa yang sebenarnya menimpa anak laki-laki yang sangat menyukai prakiraan cuaca di TV ini, lucy selalu punya waktu untuknya.
Awalnya saya pesimis dengan buku ini. Tak hanya dari sampulnya bahkan ketebalan buku yang terlihat pun cukup tipis.
Masih di bagian awal buku, saya teringat dengan kumpulan buku Torey Hayden. Sehingga untuk memahami sosok Matthew bukan hal yang rumit lagi. Di bagian buku ini juga langsung membuat saya kembali ke dunia The Little Prince. Karena nama rubah dan sang pangeran menjadi bagian di dalamnya. Buku yang terkenal di hampir seluruh penjuru itu memang menyimpan banyak pesan berharga. Salah satunya yang dimasukkan dalam kisah Lucy dan Matthew.
Tuesday, 9 September 2008
Review: Including Alice - Phyllis Reynolds Naylor
Judul Indonesia: Oh...Begini Rasanya Punya Mama
Penulis: Phyllis Reynolds Naylor
Penerjemah: Vina Damajanti
Editor: Primadonna Angela
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Agustus 2008
Tebal: 264 hal
#SS2014: The Riddle
Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...
-
Alice terjatuh ke dalam lubang kelinci dan terdampar di negeri ajaib yang penghuninya jauh lebih ajaib lagi. Di sana, Alice mengala...
-
This week Feature: Aaron (Book Addict) of Dreaming About Other Worlds This Week Question If you are a fan of Science Fiction what is your fa...
-
Before she can rest in peace, Charlotte Usher must return to the tragic site of her death: high school. Once there, her assignment is to hel...