Friday, 12 September 2008

Review: The Boy Who Ate Stars - Kochka


The Boy Who Ate Stars

Judul Indonesia: Anak Lelaki yang Menelan Bintang – Bintang

Penulis: Kochka

Penerjemah: Rahmani Astuti

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I, Agustus 2008

Tebal: 104 hlm


Pindah ke lingkungan baru bukanlah hal yang mudah. Tidak hanya harus mengatasi rasa kehilangan tapi juga harus mulai beradaptasi dengan orang – orang baru. Namun bagi Lucy, hal itu nampaknya bukan masalah besar. Begitu menempati apartemen mereka yang baru di bulan september, ia bertekad untuk mengenal semua tetangganya. Ia telah mempersiapkan rencana untuk mendatangi semua orang dari lantai atas sampai lantai paling.


Namun belum juga berhasil merampungkan misinya, Lucy tiba – tiba berubah pikiran. Semuanya dikarenakan seorang anak bernama Matthew. Seistimewa apakah anak laki – laki berusia empat tahun itu hingga sanggup membuat Lucy memutuskan untuk melupakan rencana hebatnya?


Dari luar Matthew hanyalah seorang anak laki-laki yang pucat dengan tubuhnya yang pendek serta rambut cokelat dan keriting. Bukannya mendapat sambutan yang hangat dipertemuan mereka yang pertama, Matthew malah membuat rambut Lucy acak – acakan. Namun semua itu ternyata tak membuat Lucy mengambil langkah menjauh. Sebaliknya di mata Lucy, Matthew terlihat sangat memukau. Seakan ada satu keistimewaan yang tidak pernah dimiliki orang sehingga membuat Lucy tak pernah bosan untuk mengunjungi apartemen yang tepat lantai di atas apartemen milik ayahnya. Bahkan sekalipun ia pun ia tahu apa yang sebenarnya menimpa anak laki-laki yang sangat menyukai prakiraan cuaca di TV ini, lucy selalu punya waktu untuknya.


Awalnya saya pesimis dengan buku ini. Tak hanya dari sampulnya bahkan ketebalan buku yang terlihat pun cukup tipis. Ada satu pertanyaan yang terlintas dibenak saya saat itu, Cerita apa yang hendak disampaikan dengan 104 halaman? Namun begitu masuk di beberapa halaman pertama, saya kagum. Tak butuh waktu lama untuk menyukai sosok Lucy. Dari kata – kata yang diucapkan, pikiran sampai tingkah lakunya. Ternyata untuk menyampaikan sebuah pesan tak selamanya harus menghabiskan ratusan lembar kertas.


Masih di bagian awal buku, saya teringat dengan kumpulan buku Torey Hayden. Sehingga untuk memahami sosok Matthew bukan hal yang rumit lagi. Di bagian buku ini juga langsung membuat saya kembali ke dunia The Little Prince. Karena nama rubah dan sang pangeran menjadi bagian di dalamnya. Buku yang terkenal di hampir seluruh penjuru itu memang menyimpan banyak pesan berharga. Salah satunya yang dimasukkan dalam kisah Lucy dan Matthew.

No comments:

#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...