Dahulu kala, hiduplah seorang putri yang sangat cantik. Ia gemerlapan bagai bintang – bintang di langit tanpa bulan. Sayangnya ia putri yang tidak menyayangi siapa pun dan tak peduli pada rasa sayang, meskipun banyak yang menyayanginya.
Pada suatu hari, sang Raja, ayahnya berkata bahwa sang putri harus menikah. Tidak lama kemudian, datanglah pangeran dari kerajaan tetangga. Ia melihat sang putri, dan segera, jatuh cinta padanya. Ia memberi sang purti sebuah cincin dari emas murni. Dipasangnya cincin itu di jari putri. Ia mengucapkan kata- kata ini padanya:’aku cinta padamu.’ Tapi sebagai balasan, sang putri melepas cincin dari jarinya dan menelannya dan berkata, ‘Itulah pendapatku tentang cinta’. Dan ia berlari meninggalkan sang pangeran. Ia pergi dari istana dan masuk jauh ke dalam hutan dan tersesat.
Setelah berhari hari berkelana, akhirnya ia menemukan pondok kecil dan mengetuk pintunya. Ternyata pondok itu milik seorang nenek sihir yang nampaknya tak menaruh sedikit pun perhatian padanya. Sikap acuh tak acuh itu membuat sang putri kesal. Sampai akhirnya si penyihir bertanya “ Siapa yang kau cintai?”. Dengan bangganya sang putri menjawab “ Aku tidak mencintai siapa-siapa”. Sayangnya ocehan sang putri hanya membuat wanita tua itu marah dan akhirnya menyihirnya jadi babi hutan. Terkejut dengan sosoknya yang mengerikan, putri babi hutan pun berlari keluar dan menemukan para prajurit Raja.
Para prajurit yang melihat babi hutan, dengan sigap menembaknya. Dan membawa babi itu kembali ke istana dan juru masak memotong motongnya untuk disajikan sebagai malam malam. Begitu membelah perut babi, tentu saja sang juru masak menemukan cincin emas. Tanpa pikir panjang, cincin itu disematkannya ke jarinya dan meneruskan memotong si babi hutan.
Ketika Pellegrina menceritakan dongeng di atas, Edward Tulane, si kelinci persolen, tak sepenuhnya mengerti. Ia hanya menganggap bahwa dongeng itu memiliki akhir yang aneh. Walau sempat memikirikan nasib sang putri, namun ia tetap tak ambil pusing. Kisah tragis itu hanya terjadi pada sang putri. Ia tak mau repot memikirkannya.
Mungkin tak salah jika Edward berpikir seperti itu, karena saat itu ia dimiliki anak perempuan Abilene, yang memperlakukannya dengan penuh kasih dan amat sangat menyayanginya. Setiap malam sebelum tidur Abilene selalu membisikan kata – kata ditelinga Edward dan seakan tak pernah bosan mengungkapkan bagaimana ia sangat menyayangi kelinci itu. Walau memiliki emosi, Edward ternyata tak merasakan apa pun, kecuali rasa bosan.
Sampai suatu hari, Abilene menghilang dari hidupnya. Jam demi jam berlalu, berhari – hari, berminggu – minggu, hingga berbulan – bulan lamanya, namun Abilene ternyata tak juga kembali. Yang ia tahu dirinya terkurung di dasar laut.
Beruntung, suatu malam di lautan terjadi badai yang membuatnya dirinya terempas naik-turun, maju-mundur sampai akhirnya ditemukan oleh seorang nelayan, yang membawanya pulang. Di rumah sang nelayan, Edward dirawat oleh Nellie, seorang perempuan tua dengan penuh kasih. Edward diperlakukan layaknya anak mereka. Anehnya tak seperti di rumah Abilene, Edward menikmati semua hal tersebut.
Sayangnya, saat – saat menyenangkan itu tak berlangsung lama. Edward kembali dihempas dan dijejalkan di tempat sampah. Tak ada lagi sosok nelayan dan Nellie. Malam itu keanehan kembali terjadi, karena Edward merasakan sakit yang teramat sangat.
Petualangan Edward ternyata tak berakhir di pembuangan sampah. Takdir membawanya kepada seorang gelandangan dan seekor anjing kemudian berpindah ke tangan anak perempuan yang sakit keras, ke jalan – jalan kota Memphis sampai akhirnya berakhir di sebuah toko reparasi boneka. Sedikit demi sedikit Edward pun paham makna kata – kata yang dulu selalu diucapkan Abilene.
Sayangnya semua perjalanan itu ternyata membuat Edward kelelahan. Dan akhirnya memutuskan untuk berhenti berharap. Sampai suatu hari ia bertemu sebuah boneka tua.
Dibandingkan Because of Winn-Dixie dan The Tiger Rising, cerita tentang Edward Tulane inilah yang paling saya sukai. tidak hanya karena ilustrasi penuh warna namun tentu saja karena perjalanan Edward memahami sesuatu yang selama ini tak pernah dipedulikannya sama sekali.
The heart breaks and breaks
And lives by breaking
The Miraculous Journey of Edward Tulane
Judul Indonesia: Perjalanan Ajaib Edward Tulane
Penulis: Kate DiCamillo
Ilustrasi: Bagram Ibatoulline
Penerjemah: Dini Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, November 2006
Tebal: 208 hlm
Judul Indonesia: Perjalanan Ajaib Edward Tulane
Penulis: Kate DiCamillo
Ilustrasi: Bagram Ibatoulline
Penerjemah: Dini Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, November 2006
Tebal: 208 hlm
No comments:
Post a Comment