Perempuan Suci
Penulis: Qaisra Shahraz
Penerjemah: Anton Kurnia dan Atta Verin
Penerbit: Mizan
Cetakan V: Desember 2007
Tebal: 520 hlm
Penulis: Qaisra Shahraz
Penerjemah: Anton Kurnia dan Atta Verin
Penerbit: Mizan
Cetakan V: Desember 2007
Tebal: 520 hlm
Buku ini sudah masuk wishlist sejak pertama kali terlihat di salah satu rak gramedia. Apalagi melihat tulisan Winner of Jubilee Award 2002 yang tertera disampulnya benar-benar membuat saya penasaran. Namun entah mengapa semua pundi-pundi emas itu tidak pernah saya tukarkan untuk membawa pulang buku ini. Rasa penasaran terus menghantui saya ketika satu demi satu review tentang buku ini muncul. Tak satupun kalimat yang saya baca. Karena saya ingin mengetahui bagaimana kisah Perempuan Suci ini mengalir dengan mata kepala sendiri. Yang jelas saya tahu tak ada penyesalan meluang waktu untuk membaca buku dengan ketebalan dan font yang menantang.
Semua buku yang telah saya jadwalkan untuk saya lahap akhirnya harus menyingkir beberapa hari karena buku ini akhirnya berhasil berada digenggaman saya senin pekan lalu. Apalagi beberapa belakangan ini saya sedang mengumpukan semua hal yang terkait dengan seorang perempuan.
Adalah Zarri Bano yang menjadi tokoh sentral yang digambarkan sebagai wanita matang yang memiliki keistimewaan membuat banyak wanita iri, bukan hanya karena wajahnya yang menarik banyak pria. Tak terkecuali adik perempuannya Ruby dan sepupunya Gulshan. Berita pernikahannya sendiri telah banyak ditunggu oleh orang. Semua ingin tahu siapakan pria yang berhasil membuat perempuan ini bertekuk lutut karena telah brkali kali lamaran yang datang ditampiknya. Semua hal itu dilakukan seperti rutinitas lainnya.
Sampai akhirnya, Sikander, seorang pria dari Karachi memikat hatinya pada padangan pertama. Lamaran pria itu pun diterimanya. Berita gembira yang telah lama ditunggu itu tak bertahan lama. Karena gaungnya terpaksa tertutupi oleh kematian adik laki-lakinya, Jafar. Kehilangan adik laki-lak satu satunya bukanlah hal paling buruk minggu itu. Sesuatu yang tak pernah dibayangkan sebelumnya ternyata telah menunggunya.
Keputusan sepihak oleh sang ayah pun tak dapat dicegah oleh siapa pun. Setelah merundingkan dengan Siraj Din, Habib Sahib, sang ayah memutuskan untuk menjadikan Zarri Bano sebagai Shahzadi Ibadat, perempuan suci, perempuan yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Tuhan, dengan maksud menjadikannya sebagai ahli waris keluarga. Keputusan ini membuat Zarri Bano benar-benar terpukul. Walau terluka, harga dirinya terlalu tinggi untuk dikorbankan. Satu demi satu keinginan untuk menjadi istri Sikander pun dikuburnya dalam – dalam.
Zarri Bano pun memulai lembaran baru dengan menjadi seorang perempuan yang hidup di balik burqa hitam yang sederhana. Berbagai ilmu barupun dipelajarinya. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menyembunyikan kesedihan dah amarahnya. Walau tak bisa membohongi diri sendiri akan kenangan masa lalu yang masih mengikatnya di beberapa tempat yang akhirnya kembali ketika mengetahui bahwa Sikander akan menikahi adiknya Ruby. Mendengar kabar langsung dari mulut adiknya itu membuat dinding yang telah susah payah dibangungnnya akhirnya runtuh menjadi puing – puing. Kali ini air mata tak mampu lagi dibendungnya.
Beberapa Pertanyaan kembali menghantui bnak saya. Yang paling mengganggu adalah masalah Sikander, bagaimana pria bisa mencintai dua wanita berbeda pada saat yang sama?
Walau tak sampai sembab, buku ini berhasil membuat mata saya berkaca-kaca. Bukan hanya menangisi kisah Zarri Bano tapi lebih pada nasib yang harus dialami oleh perempuan-perempuan yang harus menyerah pada tradisi dan budaya.
Ternyata tak hanya di Afghanistan ataupun di Pakistan pun perempuan tak akan pernah bisa menanyaingi kedudukan para pria yang dipuja-puja dan dianggap sebagai harta yang tak ternilai bahkan di atas semua kekayaan duniawi. Dari sumber yang ada ternyata di negara belahan lain, perempuan mendapat perlakuan yang sama.
Setelah buku ini selesai, Perempuan Terluka telah menunggu saya di salah satu sudut rak. Wajah dan tatapan sendu yang sarat dengan kesedihan di sampul depan membuat saya luluh dan akhirnya kembali menyingkirkan buku –buku lain
No comments:
Post a Comment