Siang itu di Desa Chiragpur diadakan Kacheri, pengadilan terbuka. Ruangan saat itu dipenuhi oleh warga desa. Tak peduli jarak yang mereka harus tempuh untuk sampai ke madrasah tempat Kacheri dilangsungkan. Karena pengadilan seperti ini jarang terjadi. Mereka ingin menjadi saksi atas hukuman yang akan dijatuhkan oleh Siraj Din, seorang tuan tanah yang dituakan, untuk Haroon dan Naghmana, dua orang yang didakwa telah melakukan perbuatan tak senonoh.
Perkataan kasar yang menyakitkan pun tak berhenti dilontarkan oleh warga desa kepada keduanya. Semua memberikan tatapan penuh penghinaan. Naghmana tak berbuat banyak kecuali menunduk untuk menghindari semua sorot mata yang seakan siap menerkamnya kapan saja sampai akhirnya kebenaran terungkap.
Sayangnya keadilan tak juga didapatkan Naghmana ketika setiap orang di dalam madrasah itu mengetahui cerita yang sebenarnya. Ketika tahu bahwa tak banyak yang dapat ia perbuat, Naghmana hanya bisa mengangguk sebagai tanda setuju atas keputusan yang diambil oleh Siraj Din.Kata talak dari mulut Haroon pun terdengar, Bukan satu kali ataukah dua kali tapi tiga kali. Dunia Naghmana seakan berhenti saat mendengar kata kata tersebut. Semua kini berakhir.
Semua tercengang. Tak terkecuali Hajra, perempuan yang meminta Siraj Din untuk melaksanakan Kacheri. Perempuan tua itu tak pernah mengira Kacheri yang awalnya ditujukan untuk menghukum Haroon menantu laki-lakinya dan Naghmana, seorang perempuan asing yang baru bertandang selama dua hari di Desa Chiragpur berakhir dengan rasa bersalah yang berkepanjangan.
Rasa bersalah itu tak hanya dirasakan oleh Hajra. Semua orang yang hadir di gedung madrasah saat itu merasakan hal yang sama bahkan Siraj Din sekalipun. Hal itu seakan tak pernah hilang dari ingatan mereka. Bahkan ketika kejadian di siang hari yang panas itu telah berlalu selama 20 tahun. Seakan kutukan itu menghantui semua langkah mereka. Sehingga tak satupun yang mampu melupakan kejadian yang menyisakan luka yang mendalam dan tak kunjung kering.
Buku sekuel dari Perempuan Suci, yang menurut saya lebih tepat disebut prekuel ini, memang tak kalah tragis dari buku yang pertama. Kembali, keegoan pria telah mengorbankan cinta dan perasaan seorang perempuan. Seakan tersihir, tak satupun yang berusaha menghentikan ataupun menolong. Sekali lagi hati perempuan berdarah dibuatnya. Tak heran jika Perempuan Terluka menjadi dua kata yang dipilih menjadi judul buku ini.
Tak ada air mata untuk buku yang satu ini. Amarah telah lebih dulu menguasai diri saya. Perempuan –perempuan di dalam buku ini terlihat sangat lemah. Tak ada yang dapat mereka lakukan selain melarikan diri. Setiap babnya hanya membuat saya ingin melompat ke bab berikutnya.
Cerita yang ada di dalam buku ini mungkin hanya fiksi. Tapi saya tahu di luar sana beribu hati perempuan terluka. Tak terhitung tetesan air mata yang terbuang karenanya. Bahkan banyak yang akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup karena tak tahan menanggung sakit akibat luka yang tak kunjung sembuh. Apakah karena perempuan adalah mahkluk yang begitu lemah hingga tak mampu memberikan sedikit pun perlawanan?
Perempuan Terluka
Penulis: Qaisra Sharaz
Penerjemah: Atta Verin
Penerbit: Mizan
Cetakan: 1, Mei 2007
Tebal: 410 hlm
2 comments:
i really love this novel,,
terakhir sy baca novel ini ketika saya duduk di bangku smk kelas 2,,,
kemudian sy ingin m'cari lagi novel ini tp tdk pernah say temukan di toko2 buku ataupun perpustakaan
:((
sy sangat ingin membaca novel ini lagi :((
me2y_myself@ymail.com
Post a Comment