Friday, 27 June 2008
Kisah 47 Ronin
Lemot; a Diary of Ceweq Gokil
Penulis: Pritha Khalida
Desain Sampul: Ellina Wu
Penerbit: Gradien Mediatama
Cetakan: I, 2008
Tebal: 151 hal
Lemot: Lemah otak; sebutan untuk orang yang ga nyambung kalau diajak ngomong, atau lambat nangkap apa yang sedang dibicarakan
- Indah THBB-
Lemot: Lama unuk mengerti maksud dari sesuatu hal
- Tikyut EMO-
Lemot: Julukan untuk seseorang yang susah untuk menangkap atau mengikuti sesuatu, orang yang lamban
-Smartie EMO-
Semua definisi di atas saya kumpulkan melalui sms.
Kenapa harus mengeluarkan pulsa hanya untuk mendapatkan kata – kata tersebut? Karena awalnya saya merasa bahwa isi buku dan judulnya tidak benar - benar relevan satu sama lainsaya merasa sedikit kebingungan. Karena setelah membaca beberapa cerita di dalamnya, Pritha, cewek yang jadi tokoh sentral dalam buku ini, tidak benar- benar lemot. Saat itu pengertian lemot yang saya pegang sama seperti yang diungkapkan Indah, Tikyut dan Smartie. Saya bahkan berhenti membaca hanya karena penasaran dengan arti lemot yang dimaksud oleh buku ini.
SMS dari Arashi sungguh membawa pencerahan.
Lemot: Lambat berpikir dan merespon. Bisa juga untuk panggilan untuk orang yang kurang peduli dengan keadaan sekitar walaupun dia nggak sadar dengan kelemahannya. Contoh: karakter Mili di AADC
-Arashi EMO-
Saya jadi mengerti mengapa semua cerita yang diangkat dari sebuah blog ini diberi cap Lemot. Begitu mendapat yang saya cari, akhirnya buku ini dengan mudah saya lahap dalam satu beberapa jam.
Walau berjudul lemot, menurut saya buku ini malah kebanyakan bercerita tentang keluguan seorang perempuan bernama Pritha. Senyum simpul bahkan rasa geli mencuat ke permukaan begitu membaca beberapa kisah di dalamnya. Lihat saja cerita Pritha tentang insiden yang terjadi dengan rambutnya di salon, di sekitar kampus ITB atau bahkan di bus dan angkot sekalipun.
Kejailan juga ternyata jadi bagian tak terlepaskan dari hidup cewek jebolan Fakultas Psikologi di salah satu universitas di Bandung. Yang bagian ini jelas bukan hal yang patut ditertawakan. Karena dipertengahan cerita, saya jadi kasihan ma Bapak yang dibiarkan kebingungan mencari ruangan. Walau akhirnya dengan senyum penuh kemenangan ketika Pritha juga mengalami hal yang sama. Yah kalau kejadian ini disebut Pritha sebagai karma, saya menyebutnya sebagai sunatullah. Seperti yang dikatakan seseorang di buku yang lain yang kalau tidak salah berkata bahwa Allah tahu dan menunggu.
Kisah mengharukan juga ada di dalam buku ini. Tidak lain tidak bukan tulisan yang terkait dengan cerita tentang Nanda, adiknya Pritha. Saya sontak teringat dengan kakak – kakak yang sekarang tinggal di kota lain. Kenangan dengan mereka berdua memang tidak semuanya indah. Karena perselisihan tak pernah bisa telekaan. Yah namanya juga saudara. Bahkan dari masalah yang sepele sekalipun juga bisa jadi sumber pertengkaran. Tapi begitu jauh, yang tersisa adalah rasa kangen. Kalau dekat, saudara tuh emang bau banget, tapi begitu jauh, yang tercium adalah keharuman yang ngalahin bunga mana pun.
Yang sedikit membuat saya sedikit sedih, ternyata Pritha juga masuk list orang – orang yang nggak suka ma kucing. Hiks... makin banyak saja jumlah orangnya di bumi ini yang merasa bawa kucing tuh nggak ada lucu-lucunya.
Cerita apalagi yah? Yang jelas banyaklah. Ada bonus tracknya gitu(. Haha..ternyata bukan cuman kaset dan CD)
Rasanya tak sopan kalau semua cerita saya beberkan semua disini. Nanti malah nggak jadi beli bukunya. Overall, cerita – cerita Pritha tidak kalah menarik dengan buku – buku yang juga diangkat dari postingan di blog. Koleksi saya sendiri belum begitu banyak sih, namun buku ini pantaslah dijadikan penghuni rak buku di rumah. yang jelas buku Pritha ini dijadikan salah satu buku acuan bagi anggota angingmammiri.org yang ingin menulis cerita gokil. sekarang angingmammiri dan pihak Gradien menerima cerita-cerita konyol karya anak makassar, yang kalau beruntung akan diterbitkan menjadi buku, seperti punya Pritha. ^_^
Sayangnya gambar cewek modis yang dijadikan sampul depan, rasanya kurang pas untuk dijadikan sebagai simbol yang mewakili Pritha. Saya malah memilih gambar cewek yang ditaruh di sampul belakang. Ekspresi wajahnya jauh lebih menggambarkan kata LEMOT yang sempat membuat saya sedikit pusing. entah apa karena ikut ketularan virus lemotnya Pritha. Haha...
Review: Lion Boy: Petualangan Dimulai - Zizou Corder
Sejarah mencatat, hanya Nabi Sulaiman-lah yang mampu berbicara dengan para hewan. Tak pernah ada lagi nama seseorang yang tercatat setelah beliau, yang mengerti bahasa kucing apalagi di saat yang sama teknologi handphone telah berkembang dengan pesat.
Namun tak ada ada hal yang tak mungkin jika semua hal tersebut terjadi di negeri fantasi. Hal – hal apapun diijinkan sehingga tak perlu bertana bagaimana kejadian aneh,ajaib dan yang tidak masuk akan, bahkan konyol sekalipun dapat terjadi dengan mudahnya.
Selain keanehan yang berhubungan dengan bahasa kucing, di kota tempat tinggal Charlie, Mobil-mobil berbahan bakar bensin tak diijinkan lalu lalang di sekitar pemukiman rumah. Alasannya hanya satu, hasil pembakaran kendaran merupakan penyebab utama anak-anak menderita asma.
Keanehan tak berhenti sampai disitu, lihat saja gelar yang dimiliki oleh ibu Charlie, Professor Magdalena Stark, PhD, MD, PQRST, LPO, TP. Kalau dua gelar pertama sih masih wajar, tapi yang berikutnya jelas memancing rasa geli. Di buku ini ibu charlie memang digambarkan sebagai ilmuwan. Mereka memiliki sebuah laboratorium di dalam rumah. walau begitu bukan berarti Charlie diijinkan berkeliaran seenaknya di dalam ruangan tersebut. Sehingga ia tak tahu banyak apa saja yang dikerjakan ibunya.
Kehidupan di negeri fantasi tersebut dianggap Charlie sebagai kehidupan yang menyenangkan. Salah satu alasan adalah kasih sayang ayah dan ibunya. Charlie tak pernah sadar betapa ia menyayangi keduanya sampai suatu hari ibu dan ayahnya menghilang tiba-tiba. Walaupun ada surat pemberitahuan yang mereka tinggalkan, Charlie tahu bawa ada sesuatu yang buruk yang menimpa keduanya. Karena semua kata-kata yang tertulis bukanlah bahasa yang biasa digunakan keduanya.
Yang aneh Rafi, anak laki-laki yang juga tetangga mereka, tiba-tiba muncul di rumah mereka. Padahal sebelumnya, jangankan menyapa, Rafi bahkan seakan tak pernah menganggap Charlie ada. Rafi dengan manisnya menjemput Charlie untuk tinggal di rumahnya selama ayah dan ibunya berpergian. Untung saja kucing peliharaan yang juga telah menjadi bagian keluarga Charlie menceritakan cerita yang sebenarnya. Yah, Sejak kecil charlie memang dengan mudah mengerti setiap kata yang diucapkan para kucing.
Karena tak mungkin begiu saja melarikan diri, akhirnya Charlie setuju untuk ikut bersama Rafi. Begitu yakin bahwa semua penghuni rumah terlelap, Charlie diam-diam meninggalkan rumah Rafi dan memulai perjalanan mencari jejak kedua orang tuanya. Informasi yang diberikan oleh pada kucing menjadi satu-satunya yang dapay diandalkan Charlie.
Langkah pertama yang dilakukannya adalah menumpang sebuah kapal besar yang berlayar ke Paris. Charlie tak pernah tahu bahwa kapal itu adalah kapal sirkus besar dan terkenal, sampai ia keluar dari tempat persembunyiannya karena mendengar sebuah musik yang begitu nyaring hingga nyaris memekakkan telinganya.
Begitu keluar dan melihat keadaan kapal selam beberapa menit, dengan cepat seseorang mengenali keberadaannya sebagai penumpang gelap. Charliepun digiring ke ruangan pemilik sirkus. Ia nyaris dibuang begitu saja ditengah laut. Untung saja Charlie mampu menyakinkan Mayor Tib untuk mempekerjakannya.
Rasa lega karena tak perlu dibuang keluar dari kapal dengan cepat menguap ketika ia tahu bahwa posisi lowong saat itu adalah asisten pelatih Singa. Tak hanya satu atau dua, ia harus membantu mengurusi enam singa sekaligus. Pekerjaan ini tak mudah. Karena salah sedikit, nyawa Charlie bisa melayang dalam sekejap. Padahal informasi tentang kepastian keberadaan orang tuanya belum didapatkannya, ia harus dipusingkan dengan urusan enam ekor singa yang angkuh.
Buku pertama yang menceritakan petualangan Charlie ini saya akui cukup menarik. Apalagi yang berhubungan dengan kemampuannya untuk mengerti ucapan para kucing. Tak hanya itu bahasa yang ada didalamnya juga kerap kali membuat saya tersenyum simpul. banyak hal-hal menarik yang tak lupa disisipkan oleh sang penulis. Ilustrasi yang terdapat di dalamnya juga digambarkan dengan sangat rapi. Bahkan ada beberapa catatan not musik yang ternyata dikumpulkan menjadi satu dan dipasarkan melalui www.fabermusic.com.
Point tertinggi juga saya berikan pada bab yang bercerita mengenai sirkus. Saya memang menyukai hal –hal yang berhubungan dengan dunia pertunjukan itu. Kepiawaian mereka memang selalu mengagumkan. Setelah membaca dari wikipedia, ternyata ada bagian yang diambil penulis dari dunia nyata.
Bermain –main di negeri fantasi memang menyenangkan. Tak pernah ada batasan yang diberikan. Sehingga semua hal yang diinginkan penulis bisa terjadi di negeri ini dan tentu saja tak perlu menuai protes dari siapa pun. Petualangan Charlie berikutnya dapat dipastikan tak kalah menarik.
Penulis: Zizou Corder
Alih Bahasa: B. Sendra tanuwidjaja
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Agustus 2006
Tebal: 288 hlm
Modoc
Penulis: Ralph Helfer
Alih Bahasa: Utti Setiawati
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: I, 2007
Tebal: 419 hlm
“Tetapi kau tak boleh lupa. Kau harus bertanggung jawab, selamanya, atas apa yang telah kau jinakkan....”
-Rubah, Little Prince”
Seumur hidup baru sekali saya melihat atraksi sirkus secara langsung. Selebihnya hanya melalui layar TV. Tentu saja menyaksikan pertunjukan yang hanya berjarak beberapa meter dari bangku penonton jauh lebih seru. Setiap gerakan yang mereka lakukan, baik itu manusia maupun atraksi hewan-hewan, selalu mengundang decak kagum dan riuhnya tepuk tangan. Karena tidak semua manusia maupun hewan bisa melakukan hal –hal yang demikian. Tentunya tak lepas dari usaha keras para pelatih.
Mungkin karena alasan itulah, mengapa orang tak pernah bosan untuk mendatangi pertunjukan sirkus. Bahkan sampai detik inipun bisnis sirkus masih ada di beberapa negara. Entah bagaimana dengan nasib sirkus indonesia yang saya lihat sewaktu SD dulu.
Modoc, judul buku sekaligus nama seekor gajah yang tinggal di salah satu sirkus kecil di jerman. Bukanlah kebetulan hari lahirnya bersamaan dengan seorang anak bernama Bram di jam, hari dan tempat yang sama. mereka tumbuh dan besar bersama. tak heran jika ikatan antara keduanya terjalin yang semakin lama semakin kuat. Modoc seakan paham takdir telah memilih Bram untuk mendampinginya dan begitu pula sebaliknya.
Dari Josef, sang ayah, Bram belajar bagaimana memperlakukan dan memahami Modoc. Tak hanya soal Modoc, sejak kecil Bram dilatih untuk tidak merasa takut pada binatang-binantang besar lainnya. Karena Josef yakin di masa depan , anak laki-lakinya akan menggantikannya sebagai pelatih gajah yang tangguh. Tak ingin mengecewakan ayahnya, setiap harinya Bram memperlihatkan kemajuan.
Sayangnya semua mimpi Josef dan Bram harus kandas. Karena secara sepihak dan alasan kesehatan, Franz, pemilik sirkus, memutuskan untuk menjual seluruh wan – hewan sirkus miliknya. Tak butuh waktu lama untuk melihat mobil – mobil besar yang digunakan untuk mengangkut semuanya. Sayang pemilik yang baru tidak memperkenankan semua pelatih para hewan untuk ikut.
Keputusan mendadak seperti ini memberi pukulan telak bagi Bram dan ayahnya. Karena untuk berpisah dengan gajah –gajah yang telah menjadi bagian dari hidup mereka adala hal yang mustahil untuk dijalani. Sayangnya pemilik sirkus yang baru adala seseorang yang tak mudah untuk diyakinkan. Bahkan ketika bram memohon untuk diikutkan dalam rombongan sirkusnya.
Tak kehabisan akal, Bram akhirnya nekat untuk mengikuti rombongan sirkus baru secara diam - diam. Tak peduli apapun resiko yang mungkin timbul dan yang juga berarti harus meninggalkan orang –orang yang paling dicintainya. Yah, ikatan dengan Modoc telah begitu kuat melilit hidup Bram. Tidak ada yang pernah menduga bahkan Bram maupun Modoc akan semua peristiwa yang mereka hadapai selanjutnya, yang tak jarang nyaris merenggut nyawa mereka. Keputusan yang diambil Bram bukan sekedar menyelesaikan tanggung jawab pada Modoc ataupun memenuhi janji pada ayahnya. Karena Bram merasa kehadiran Modoc adalah bagian dari takdirnya.
Tak perlu diragukan cinta antara Bram pada Modoc. Gajah betina ini pun mengerti akan kasih sayang yang diberikan Bram. Setiap ucapan Bram dengan mudah dimengerti olehnya. Ikatan persahabatan yang kuat antara keduanya jugalah yang membuat mereka sanggup bertahan hidup diantara semua kejadian-kejadian mengerikan.
Beberapa diantara bab-bab yang mengisahkan perjalanan panjang Bram dan Modoc berhasil membuat saya meneteskan air mata. Saya sungguh tak menyangka kalau ikatan antara manusia dan hewan bisa sekuat ini.
Buku yang ditulis oleh Ralph helfer, pelatih binatang terkenal di Hollywood, diangkat dari kisah nyata. Beberapa foto Modoc pun menjadi bagian buku ini. Sayang, tidak ada keterangan gambar. Jadi nggak benar – benar tahu Bram yang mana. Walau itu tak menjadi hal yang mengurangi asyiknya membaca kisah yang mengharukan ini.
Dari hasil perkiraan, kisah Bram dan Modoc mungkin saja terjadi puluhan tahun yang lalu. Karena sekarang tak banyak lagi sirkus yang mempertontonkan keahlian para binatang. Dari wikipedia, dikatakan bahwa pertunjukan sejenis banyak menuai protes dari beberapa kalangan apalagi dari kalangan pencinta binatang. Bahkan beberapa negara sekarang melarang keras sirkus yang masih melibatkan para hewan sebagai bagian dari pertunjukannya. Walau mungkin hingga saat ini masih ada orang –orang yang berprofesi sebagai penjinak sekaligus pelatih hewan. Semoga saja tak hanya ikatan mereka bisa seperti Bram dan Modoc.
Review: Eldest - Christopher Paolini
Seperti yang dijanjikan petualangan Eragon dan Saphira kembali berlanjut.
Setelah berhasil menahan serangan para pemberontak utusan Raja Galbatorix, mereka kembali harus berbenah. Menyingkirkan mayat – mayat, baik dari pihak urgal maupun dari kaum Varden sendiri, ataupun mengobati yang terluka. Eragon dan Saphira sendiri membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka dan memulihkan energi yang terkuras akibat pertempuran yang cukup besar itu.
Farthen Dur sendiri bisa dikatakan porak – poranda setelah penyerangan. Setelah melalkan prosesi pemakaman bagi beberapa orang penting, oleh dewan tetua, upacara pemilihan pemimpin baru pun dilaksanakan. Nasuada, Putri Ajihad menjadi satu-satunya pilihan. Banyak kontroversi dan spekulasi di dalamnya. Eragon dan Saphira tak punya pilihan lain kecuali bersumpah untuk memberikan sumpah kesetiannya sebagai Penunggang Naga.
Setelah upacara pelantikan pemimpin Kaum Varden yang baru, Nausada pun mengungkapkan berbagai rencana. Eragon dan Saphira ditemani ole Arya akan dikirm ke Ellesmera untuk memperlajari lebih dalam mengenai ilmu sihir dan ilmu pedang yang menjadi keahlian utama seorang Penunggang Naga. Nasuada sendiri memutuskan untuk meninggalkan Farthen Duur dan sementara akan bermukim di Surda. Semua ini dilakukan dalam rangka persiapan menghadapi Raja Galbatorix. Seperti halnya dendam Eragon ada Ra’zac, Nasuada pun berniat untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya dan sejumlah kaum Varden yang tewas akibat penyerbuan para Urgal.
Tak butuh waktu lama untuk mempersiakan kepergiannya menuju Ellesmera. Ternyata tak hanya arya yang akan menemaninya, Orik dari kaum kurcaci pun memutuskan untuk turut serta dalam perjalanan yang tidak bisa dibilang dekat.
Di tengah perjalanan, mereka kembali mendapat pengawalan dari tujuh kurcaci yang akan menemani mereka hingga ke Ceris. Walaupun mereka bukanlah teman perjalanan yang menyenangkan, Apalagi dengan kondisi perjalanan yang harus mereka tempuh juga tidak bisa dibilang menyenangkan.
Entah berapa lama yang mereka habiskan sampai akhirnya rombongan mereka bertemu dengan dua elf, Lifaen dan Nari. Bertemu kedua elf ini berarti menjadi pertanda bahwa tak lama lagi mereka akan sampai di Ellesmera, negeri para Elf.
Penyambutan yang pun dilaksanakan begitu mereka tiba. Sambutan bahkan langsung dilakukan oleh pemimpin tertinggi para Elf, Ratu Islanzadi yang ternyata mempunyai ikatan khusus dengan Arya. Tentu saja menjadi kejutan bagi Eragon dan Saphira. Namun mereka harus menyimpan semua pertanyaan tersebut. Karena pesta penyambutan segera dilaksanakan setelahnya.
Keesokan harinya, kejutan yang tak kalah besar ternyata telah menanti Eragon dan Saphira. Proses pemelajaran pun dimulai. Tak hanya dari kemampuan siir dan pedang, Eragon juga belajar bagaimana memahami bahasa yang wajib digunakan oleh para Penunggang Naga. Semua itu bukan hal yang mudah untuk dijalani. Kelelahan fisik bukan satu satunya hal yang dialami oleh Eragon selama hari – hari di Ellesmera. Tentunya hal itu juga turut dirasakan oleh Saphira
Sementara itu, Roran, sepupu Eragon kembali ke Carvahall. Kesedihan dan amarah segera menyelimutinya begitu mengetahui apa yang telah terjai pada ayah dan lahan pertanian mereka. Yang menggenaskan ternyata serangan para utusan Galbatorix semakin menjadi. Teror seakan tak pernah berhenti menghantui seluruh warga desa Carvahall. Siasat demi siasat pun disusun untuk melawan Ra’zac dan akhirnya diputuskan satu-satunya jalan terbaik adalah meninggalkan desa. Seperti halnya Eragon, Roran dan sejumlah penduduk Carvahall harus menghadapi perjalanan panjang dengan bayang – bayang ketakutan.
Buku kedua ini tetap menceritakan petualangan demi petualangan yang seru. Walau untuk sampai ke sana harus melewati beberapa hal yang membosankan. Hal tu yang saya rasakan ketika mengikuti langkah kaki Eragon menuju Ellesmera. Bukan hal yang mudah memang melewati perjalanan yang sangat jauh.
Seperti dibuku pertama, penambahan tokoh-tokoh baru tetap dilakukan oleh Christopher dan jumlahnya semakin banyak. Bahkan sebelum saya mamu mengenal satu tokoh, meek atelah digantikan oleh tokoh baru lainnya.
Yang menyenangkan adalah kejutan – kejutan yang rasanya tak pernah putus-putusnya diberikan oleh sang penulis, bahkan sampai pada bab terakhir. Rasa penasaran kembali muncul ke permukaan dan rasanya hanya akan terpuaskan dengan membaca seri berikutnya dari triologi inheritance, Warisan.
Penulis: Christopher Paolini
Alih bahasa: Sendra B. Tanuwidjaya
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: II, Januari 2006
Tebal: 760 hlm
Review: Eragon - Christopher Paolini
Eragon, begitu anak laki laki berusia lima belas tahun itu dipanggil. Bersama sepupu, Ronan, dan pamannya, Garrow, Eragon menghabiskan hari –harinya di lahan pertanian yang berada di Alagaesia. Ia tak pernah tau bagaiman asal-usul ayah dan ibunya. Yang ia tahu hanyalah bahwa ibunya , Selena, meninggalkannya sejak ia lahir. Walau demikian ia tak pernah merasa kekurangan, karena Garrow membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Tak banyak yang istimewa dalam hidup Eragon. Sampai suatu hari ia menemukan sebuah batu biru yang mengilap di kawasan pengunungan Spine, ketika sedang berburu. Awalnya ia berusaha untuk menjual apa yang abru saja ditemukannya. Sayangnya tak satupun yang bersedia menukarkan benda asing tersebut denan sejumlah uang yang diinginkan Eragon.
Beberapa hari kemudian, benda itu menetas dan secara mengejutkan munculah seekor bayi naga. Sadarlah Eragon bahwa benda yang dianggapnya tak punya arga jual itu adalah sebuah telur. Kejutan tak berhenti sampai disitu. Ketika ia menyentuh bayi naga tersebut, tiba-tiba sebuah tanda muncul di telapak tangannya. Tanda yang menjadi ikatan antara keduanya. Eragon dapat membaca pikiran sang naga begitu pula sebaliknya. Pertumbuhan bayi naga itu ternyata begitu cepat sehingga ia memutuskan tidak lagi memeliharanya di dalam rumah Garrow.
Melalui Brom, Eragon banyak belajar mengenai Naga. Dari pria tua itu pula ia mengetahui sejarah para penunggang yang legendaris.
Pemilihan namapun dilakukan. Tak satupun nama yang dajukan oleh Eragon disetujui oleh sang naga. Sampai Eragon sadar bahwa naga yang disembunyikannya adalah naga betina dan akhirnya memilih Saphira sebagai nama untuknya.
Keberadaan Saphira tetap dirahasiakannya. Sampai suatu hari dua mahkluk asing yang berpenampilan bengis disebut Ra’zac tiba di Carvahall. Ternyata mereka mencari telur naga. Beruntung Eragon berhasil diselamatkan Saphira. Sayangnya nasib buruk menimpa Garrow. Tak hanya harta benda dan rumah mereka yang luluh lantah, nyawa Garrow juga akhirnya tak dapat diselamatkan.
Disetir oleh rasa amarah, Eragon berjanji akan membalaskan dendam atas kematian pamannya. Eragon dan Saphira ditemani Brom, mulai memperlajari lebih dalam bagaimana menjadi penunggang naga. Tak hanya belajar tentang sejarah dan naga, Eragon juga belajar ilmu sihir dan ilmu pedang. Dari Brom jugalah ia mengetahui bahwa klan penunggang naga kini punah karena telah ditumpas oleh Raja Galbatorix. Bahkan Ra’zac yang diutus ke Carvahall tak lain adalah utusan sang raja lalim.
Perjalanan menelusuri jejak Ra’zac tidaklah mudah. Hari –hari yang ditempuh bersama Saphira dan Brom penuh hal – hal yang berbahaya. Para urgal dan Shade adala salah satu ancaman yang harus mereka hadai.Untungnya tak hanya makhluk – mahluk mengerikan yang mereka hadapi. Karena Eragon juga akhirnya bertemu para Elf dan Kurcaci.
Perjalanan yang panjang ini membuat tekad Eragon tidak hanya untuk sekedar Ra’zac tapi juga bertekad untuk membangun kembali klan Penunggang Naga.
Naga adalah salah satu makhluk yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia fantasi. Walau bukan merupakan buku pertama yang mengunakan naga sebagai dari ceritanya, namun buku ini memberikan banyak sisi lain tentang makhluk besisik ini.
Sehingga membuat keberadaan Saphira disetiap chapternya, menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dibaca. Setidaknya percakapannya dengan Eragon menjadi satu hal yang paling saya tunggu. Sikap, tingkah laku bahkan cara ia memilih kata ketika berbicara dengan Eragon sering mengundang senyum. Yah, Christopher Paolini menurut saya sukses membangun karakter sang naga.
Diangkatnya buku ini ke layar lebar dan dirilis pada bulan desember 2006 ini, tak menutup kemungkinan karena berangkat dari alasan yang sama. Saphira memang sungguh memukau. Sayangnya seperti film –film yang diadaptasi dari sebuah buku fantasi selalu saja ada kekurangan yang saya rasakanTermasuk sosok Saphira. Tak berhenti di situ, film ini juga terlihat begitu gelap bahkan ketika matahari bersinar sekalipun.
Kembali ke buku, ada sesuatu yang sedikit mengganggu dari kehebatan cerita. Begitu banyak tokoh- tokoh tambahan yang digunakan dalam buku ini. Sehingga pada awal – awal cerita membuat saya sedikit kebingungan. Walau tetap tidak mengubah serunya petualangan.
Penulis: Christopher Paolini
Alih bahasa: Sendra B. Tanuwidjaya
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Juni 2004
Tebal: 568 hlm
Thursday, 19 June 2008
The Bartimaeus Triology: Ptolemy’s Gate
Mengikuti petualangan Bartimaeus sungguh melelahkan. Seperti Bartimaeus, saya juga membutuhkan jeda sejenak. Sehingga ketika petualangan berikutnya di Ptolemy’s Gate telah sampai di rak buku, saya memutuskan untuk membiarkan tak tersentuh. Saya yakin Bartimaeus membutuhkan istirahat sejenak. Karena petualangan yang terakhir tidak hanya menguras energi dalam jumlah yang besar, bahkan nyaris merenggut nyawa jin berumur lebih dari 5000 tahun.
Berbulan-bulan berlalu. Ternyata jeda sejenak itu memakan waktu yang cukup panjang. Sampai akhirnya saya yakin siap untuk melanjutkan petualangan berikutnya. Hari selasa kemarin, saya pun mencoba untuk memasuk kembali ke dunia Bartimaeus. Warna hijau bercampur corak kehitaman adalah warna yang dipilihnya sekrang. Di depan, Batimaeus dalam wujud singa dengan tatapan khas dan membentuk senyum yang rasanya tak pernah berubah dari dua penampakan sebelumnya.
Seperti biasa, Bartimaeus mengajak saya kembali ke masa lalu. Tepatnya ke tahun 125 SM, di Alexandria. Jin yang satu ini memang tak pernah bosan memperlihatkan kemampuannya. Tak dipungkiri Rekhyt, begitu ia dipanggil saat itu, memang pantas untuk diberi decak kagum. Dari cerita singkatnya itu, Ptolemy adalah nama masternya yang berusia sangat muda.
Mengejutkan, ketika kembali, Bartimaeus tidak lagi sekuat Rekhyt. Ia terkapar tak berdaya hanya oleh sebuah bangunan roboh. Bartimaeus yang dulu mampu membuat badai pasir yang dahsyat, merobohkan hutan dalam satu embusan nafas, yang mampu bergerak seceat cheetah bahkan lebih, dan hal – hal hebat lainnya kini tak punya kekuatan tersisa. Yang memalukan, bangunan yang menimpanya adalah WC umum.
Tak berhenti sampai disitu, yang melakukannya adalah jin level tiga, yang biasanya dianggap sebelah mata. Oh ada apa dengan makhluk yang biasanya tak berhenti menyombongkan diri ini? Jeda yang saya berikan dari petualangan sebelumnya tidak bisa disebut singkat. Karena dalam jangka waktu itu saya telah berhasil menghabiskan beberapa petualangan di tempat yang berlainan. Tak cukupkan waktu yang saya berikan untuk mengembalikan semua energi yang terkuras akibat masalah yang ditimbulkan oleh Mata Golem?
Selidik punya selidik, orang yang bertanggung jawab atas semua rasa malu yang harus ditanggung oleh Sakhr Al jinni, N’gorso yang Hebat, dan sang Ular dari Silver Plumes, tak lain tak bukan adalah Nathaniel atau yang sekarang dikenal dengan nama Mr John Mandrake. Penyihir yang dua tahun lalu diangkat sebagai Menteri Penerangan ini tak sekalipun memberikan istirahat bagi Bartimaues. Mandrake memang punya alasan kuat untuk menahan Bartimaues. Mengingat kedudukannya yang tinggi ini banyak mengundang musuh di mana-mana, ia tak ingin jika suatu saat melepaskan Bartimaeus, nama kecilnya akan tersebar. Tak ada jaminan kalau mulut Jin ini akan tetap tertutup.
Selain itu, Nathaniel harus menyelesaikan banyak masalah dalam satu waktu. Salah satunya adalah masalah yang belum juga tuntas sejak dua tahun lalu. Nathaniel membutuhkan lebih banyak bantuan untuk menyelidiki siapa saja yang berdiri di balik pengkhianatan dua tahun lalu. karena hingga kini ia tak juga mendapatkan bukti apapun yang menyatakan bahwa pria yang bernama Mr Hopkins ini terlibat insiden di makam Gladstones. Belum lagi usahanya meyakinkan masyarakat London untuk semua tindakan yang diambil pemerintah. Sehingga tak sadar bahwa ia telah menahan Bartimaues di bumi untuk waktu yang sangat lama. Tak heran mengapa energi Bartimaeus memudar dengan cepat.
Sampai akhirnya dalam keadaan sangat buruk, Nathaniel dengan terpaksa melepaskannya. Ia tak punya pilihan lain. Walau ia tahu musuh yang dihadapinya kini, tak main-main akan memporak-porandakan kementrian sihir.
Terlepas dari mantera pengikat, membuat Bartimaeus sedikit merasa lega. selain karena dapat kembali menghirup udara kebebasan, ia juga dapat memulihkan tenaganya. Disayangkan, kebebasan yang dirasakannya kembali terenggut. Seseorang telah memanggilnya bahkan di saat kekuatannya belum seutuhnya pulih.
Terkejutlah Bartimaeus ketika mengetahui bahwa kali ini bukan Nathaniel yang memanggilnya. Yang nyaris membuatnya syok, masternya kali ini adalah seorang commoner yang tak asing lagi, Kitty Jones. Dari percakapan keduanya, ternyata selama dua tahun belakangan ini, Kitty melakukan penelitian mengenai dunia sihir dan para demon. Tak perlu terkejut jika ia mengetahui masa lalu Bartimaes dan masternya, Ptolemy
Di tempat lain, Nathaniel gelisah karena tahu bahwa ada seseorang yang telah memanggl Bartimaeus. Belum lagi dipusingkan oleh tuntutan dari perdana menteri.
Baik Kitty Maupun Nathaniel tak tahu bahwa sebuah skenario jahat telah disusun. Sebuah konspirasi yang sangat mengerikan yang melibatkan para penyihir dan jin. Tak tanggung – tanggung jin yang digunakan adalah Jin sekelas Afrit bahkan lebih. Sejarah sihir akan mencatatanya sebagai ancaman paling berbahaya.
Tak perlu bercerita lebih panjang lagi mengenai seram dan kacaunya petualangan kali ini. Bukan tak sanggup menceritakan apa yang terjadi. Tapi rasa sesak yang meruak secara tiba tiba menghalangi saya untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Saya benar- benar tidak siap dengan akhir yang diberikan sang penulis. Sesegukan adalah jalan terakhir untuk menghilangkan semua rasa. Sempat terbersit kata protes, namun mungkin ini akhir yang terbaik.
Judul Indonesia: Gerbang Ptolemy
Penulis: Jonathan Stroud
Alih Bahasa: Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan I: September 2007
Tebal: 576 hlm
Thursday, 12 June 2008
Alice The Series
Outrageously Alice
(Alice yang Luar Biasa)
Penulis: Phyllis Reynolds Naylor
Alih Bahasa : Vina Damajanti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Desember 2007
Tebal: 144 hlm
Tiba – tiba Alice merasa hidupnya begitu membosankan dan biasa- biasa saja. Ia membutuhkan sesuatu yang baru ataupun apa saja yang bisa membuatnya tidak menjadi orang terbelakang. Seperti biasa, Lester dan ayahnya pun menjadi tempat menumpahkan segala uneg-unegnya
Perasaan senewen yang dirasakan Alice sebenarnya dikarenakan ia belum memilih kegiatan apapun untuk ekstrakurikulernya. Padahal pada saat yang sama kedua sahabatnya Elizabeth, Pamela, bahkan Patrick, pacarnya telah memutuskan dan memilih satu atau dua klub.
Di tengah keputusasaannya, akhirnya Alice memilih untuk mendaftarkan dirinya menjadi anggota Klub Kamera dan Klub Petualangan. Hari pertama di klub petualangan bukanlah awal yang menyenangkan. Alice merasa cerita perjalanannya ke Chicago tidka berarti apa – apa bagi anggota klub yang lain.
Bergabung di Klub Kamera berarti setiap anggotanya diharuskan kamera. Beruntung, Lester masih menyimpan kamera yang dikembalikan Crysta, saat mereka memutuskan untuk berpisah. Sehingga Alice tak perlu membeli yang baru. terlebih ia tak akin ayahnya akan meminjamkan kamera miliknya. Tugas pertama yang harus dilakukan Alice adalah mengambil subjek foto dengan menangkap bayangannya, memotretnya dari sudut berbeda, dan yang paling utama menangkap perasaan, jiwa, suasana, gerakan dan drama. Mereka diwajibkan menghabiskan satu rol film untuk memotret satu subjek saja.
Bergabung dengan dua klub yang di dalamnya tak ada Elizabeth, Pamela maupun Patrick. Satu perubahan yang membuatnya merasa sedikit kesepian sekaligus diakuinya sebagai suatu yang baru yang juga mengasyikkan.
Tak berhenti melakukan perubahan dengan mengikuti beberapa Klub, Alice juga mulai memakai riasaan wajah heboh ke sekolah. Bersama Pamela, ia mulai menghiasi rambut dengan gaya yang benar- benar aneh. Sayang, ketika ia menanggap hal itu adalah yang keren, orang – orang malah menganggap sebaliknya.
Achingly Alice
(Prioritas Alice)
Penulis: Phyllis Reynolds Naylor
Penerjemah: Vina Damajanti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Maret 2008
Tebal: 128 hal
Pikiran Alice masih disibukkan dengan pikiran tentang hubungan Ayahnya dah Miss Summers- guru cantik bermata biru dan berambut cokelat muda. Alice sangat menginginkan Miss summers menikah dengan ayahnya dan tentu saja menjadi ibunya. Alice berharap paling tidak hubungan mereka menuju pada hubungan yang lebih seius. Toh, mereka telah berkencan selama setahun
Ia tahu bahwa pernikahan bukanlah suatu yang mudah. Keinginannya untuk membuat Miss Summers menjadi bagian keluarganya juga dipicu oleh sedikit gangguan dari luar. Ada pria lain yang juga mencintai Miss Summers. Pria itu tak lain adalah wakil kepala sekolahnya, Jim Sorringgers. Pria ini kembali setelah setahun mengejar gelar Ph.D-nya. Alice takut jika akhirnya Miss Summers kembali menjalin hubungan dengan pria yang selalu ditemani asistennya ini
Alice semakin senewen ketika mengetahui bahwa Miss Summers hanya akan menghabiskan waktu bersama mereka di malam natal dan hari natal. Di malam tahun baru, ayanya berkata ia akan menghabiskannya bersama Jim Sorringers.
Tak ada jalan lain selain mengarang sedikit cerita bohong demi menyelamatkan hubungan ayahnya dan Miss Summers. Sayangnya semua rencananya hanya membawa ke suatu hal yang tak pernah diduganya.
Alice On The Outside
(Sedihnya jadi orang pinggiran)
Penulis: Phyllis Reynolds Naylor
Penerjemah: Vina Damajanti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Maret 2008
Tebal: 160 hal
Banyak hal yang dipelajari Alice menjelang usiannya yang ke empat belas. Tidak hanya pelajaran mengenai hubungan sex dari sepupunya Carol yang keren dan dewasa, Alice juga mendapat banyak pelajaran berharga dari peringatan Hari Internasional Pemberantas Prasangka Rasial yang diadakan di sekolahnya
Pekan Peningkatan Kesadaran(PPK) begitu nama kegiatan yang diselenggarakan oleh uhak sekolah. Setiap murid akan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan warna rambut mereka. Kelompok A adalah anak anak yang memiliki rambur cokelat tua atau hita, yang berambut cokelat muda, mera atau pirang tua masuk kelompok B, dan kelompok C untuk murid – murid yang rambutnya pirang muda atau abu – abu.
Banyak peraturan baru yang harus mereka taati. Semua fasilitas sekolah tiba – tiba hanya boleh digunakan oleh anak anak kelompok A. Dari keran air minum, toilet, tangga, sampai makanan di kantin.Yang paling menderita adalah anak – anak di kelompok C. Walau Alice masuk kelompok B, namun tetap saja situasi di sekolah seperti ini tidak menyenangkan. Walau hal itu hanya berlangsung beberapa hari, perasaan sebagai orang pinggiran mencuat di mana – mana. Akhirnya semua mengerti bahwa prasangka dimulai dari berbagai cara berbeda. Salah satunya adalah diberitahu bahwa diri kita istimewa, atau lebih rendah dan kita mulai mempercayainya
Tak hanya dari PPK, Alice juga belajar bagaimana merasakan perasaan orang lain saat merak pada posisi orang-orang yang terpinggirkan. Karena beberapa pekan terakhir dia juga merasa menjadi bagian dari orang – orang tersebut
Wednesday, 11 June 2008
Review: Twilight - Sthephenie Meyer
Kening saya sedikit berkerut ketika melihat buku ini. Mata saya berusaha mencari satu hal yang biasanya saya temukan pada sampul sebuah buku terjemahan. Tak ada judul Indonesia.
Di luar sana sebenarnya banyak buku terjemahan yang juga tetap menggunakan judul aslinya. Sampai sekarang saya tidak menemukan alasan mengapa orang – orang yang terlibat dalam penerbitan buku memutuskan untuk melakukan hal –hal yang demikian.
Untuk beberapa buku mungkin tidak ada masalah dalam menerjemahkannya secara harfiah. Namun tidak dengan kata Twilight ini. Walaupun telah dgunakan sebagai judul beberapa buku, namun saya tak perna benar-benar mengerti maknanya. Oxford - Advance Learner’s Dictionary menjadi pilihan untuk membantu mengatasi masalah pembendaharaan kata saya yang kurang.
Twilight /tawailait/noun,adj
Noun: The fait light or the period of time at the end of the day after the sun has gone down
Adjective: Used to describe a state in which things are strange and mysterious, or where thing s are kept secret and do not seem to be part of the real world
Setidaknya penjelasan di atas memberikan sedikit gambaran tentang isi buku dan cukup menarik perhatian saya untuk melahapnya secepat mungkin.
Bukanlah hal yang mudah untuk meninggalkan sesuatu yang telah menjadi bagian hidupnya bertahun-tahun. Namun Isabella Swan (Bella) mempunyai alasan kuat ketika akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ibunya, Renee dan pindah ke Forks, sebuah kota kecil di Semenanjung Olympic di barat laut Washington. Di kota itu, Bella akan menetap bersama ayahnya, Charlie.
Beradaptasi dengan lingkungan baru bukanlah keahlian Bella. Bahkan untuk membiasakan diri bersama ayahnya pun, Bella masih merasa canggung. Terlebih ketika memulai hari pertamanya di SMA Forks. Sikapnya yang introvert membuatnya tak memiliki banyak teman . namun hal itu tak menjadi masalah besar baginya.
Mike, Erik dan Jesicca adalah murid- murid yang dikenalnya dalam setiap kelas yang diikutinya di hari pertama. Ada sederatan murid lain yang namanya langsung dilupakan Bella begitu mereka selesai menyebutkannya.
Namun di antara ratusan murid- murid SMA Forks yang menatapnya terpana, ada lima orang yang bahkan seakan tak peduli dengan kehadiran Bella sebagai anak baru. Edward, Emmett, dan Alice Cullen serta Rosalie dan Jasper Hale, begitu nama- nama yang disebut oleh Jessica. Melalui Jessica pula, Bella mengetahui bahwa mereka semua tinggal serumah dan nampaknya tak terpisahkan. Bahkan tak satu pun dari mereka yang berniat untuk bersusah payah untuk bergabung dengan murid – murid lain. Diakui Bella, Edward Cullen sangat menyita perhatiannya.
Sayangnya kesan pertama yang didapatkannya di kelas biologi tak seperti yang diinginkannya. Bahkan dari sudut matanya, Edward nampak sangat menakutkan. terlebih saat melihat keencian dari mata dan sikap tubuh Edward yang sekaan mencoba menjauh darinya. Bella kehilangan harapan.
Namun berhari-hari berlalu, akhirnya Bella mempunyai kesempatan untuk bercakap dengan cowok misterius ddan sangat memesona. Tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa semua yang ada pada diri Edward membuat terpikat. Dari kulitnya yang putih pucat, sepasang mata keemasan, sampai suaranya yang merdu. Yang parah, detak jantungnya berdegup degan sangat cepat begitu Edward mendekat.
Tak ada hal aneh yang dirasakan Bella sampai suatu pagi dengan insiden yang nyaris merenggut nyawanya. Bella pun mulai menyadari ada hal yang aneh pada diri Edward. Sebuah misteri menyelubungi diri Edward yang sayang tak dimengertinya. Satu demi satu teori pun disusun oleh Bella. Hal ini pulalah yang semakin mempererat hubungan keduannya. Tanpa pernah sadar bahwa ada bahaya yang mengancam. Sayangnya semua itu tertutupi oleh perasaan yang diyakini Bella sebagai Cinta. Cinta yang amat dalam dan tanpa syarat.
Cerita yang menarik. Twilight memberi sesuatu yang berbeda untuk novel remaja yang beberapa tahun ini dibanjiri dengan tema yang hampir sama. Tak heran jika beberapa penghargaan berhasil diraih oleh buku yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2005 ini. walaupun mungkin yang dilihat oleh para juri berbeda dengan pengamatan saya.
Yah, beberapa tokoh seperti Edward digambarkan dengan jelas. Sayangnya Bella sebagai tokoh sentral tidaklah mendapat porsi yang sama. sehingga beberapa saya mengemukakan beberapa pertanyaan.
Dialog – dialog di dalamnya juga dengan mudah membawa pikiran saya ikut kedalamny. Bahkan sempat menimbulkan sedikit rasa iri dan merasa bahwa hidup memang benar – benar tidak adil. Di pertengahan cerita, buku ini membuat saya kembali teringat pada serial Fear Street yang sempat booming sebelum akhirnya tergeser oleh sederetan teenlit.
Dari Wikipedia.org dan sejumlah forum yang membahas buku ini, ternyata masih ada buku berikut yang akan bercerita tentang kisah Bella dan Edward berikutnya. Sayangnya tak ada informasi yang biasanya disimpan dibagian akhir. Yah, seperti judul yang tak diterjemahkan, sekali lagi orang – orang yang terlibat pasti punya alasan tersendiri untuk tidak melakukan hal tersebut.
Twilight
Alih Bahasa: Lily Devita Sari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Maret 2008
Tebal: 520 hlm
Tuesday, 10 June 2008
The Five People You Meet In Heaven (Meniti Bianglala)
Judul Indonesia: Meniti Bianglala
Penulis: Mitch Albom
Alih Bahasa: Andang H. Sutopo
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2005
Tebal: 208 hlm
Setelah One More Day, yang sukses menguras air mata, The Five People You Meet ini Heaven karya Mitch Albom menjadi pilihan saya berikutnya. Padahal buku ini lebih dahulu terbit.
Banyak alasan mengapa saat buku ini terbit, saya tidak serta merta mengajaknya menjadi penghuni rak buku di rumah. salah satu alasan adalah karena sampul depan yang kurang menarik. Apalagi saat itu saya belum mengenal siapa Mitch Albom.
Namun begitu membaca One More Day yang ceritanya sangat menyentuh, saya pun segera mencari karyanya yang lain. Walaupun tak yakin masih bersisa di rak toko buku. Karena mengingat buku ini diterbitkan tiga tahun yang lalu.
Beruntung!. Beberapa pekan lalu, saya menemukannya di salah satu sudut rak buku. Tak ada lagi plastik yang membungkus seperti biasa. Namun bagi saya tak masalah. Yang jelas bisa segera melaap buku ini.
Taman hiburan menjadi tempat kerja Eddie, sejak ia memutuskan untuk meninggalkan perang. Bertahun tahun lamanya ia menghabiskan waktunya di tempat yang selalu ramai karena wahana – wahana seperti Tilt a Whirl, Pipeline Plunge, Ghost Coaster dan wahana lain yang tak kalah menarik di dalamnya.
Eddie bekerja di bagian Maintenance. Tugasnya tak lain merawat dan memperbaiki setiap wahana. Tak kadang Ruby Pier, taman hiburan, tutup karena ia beserta kawan-kawannya sedang memperbaiki beberapa wahana.
Walau melakukan rutinitas yang sama setiap hari, Eddie tak kunjung meninggalkan pekerjaannya. Padahal kalau mau ia bisa saja melakukannya. Eddie seakan tak punya pihan lain. BahkanRuby pier dijadikannya tempat pelarian seuluh penyesalan, kekecewaan bahkan kesepian yang dialaminya.
Tak disangka pagi itu, saat ia merayakan ulang tahunnya yang ke 83, malaikat maut datang menjemput. Kecelakaan tragis membuatnya tewas saat ia berusaha menolong seorang gadis kecil dari wahana yang rusak. Benturan yang hebat yang tak hanya menimbulkan kilau cahaya membutakan kemudian kehampaan. Saat mengembuskan nafas yang terakhir, Eddie sempat merasakan dua tangan kecil di tangannya.
Ketika membuka mata, Eddie yakin bawa dirinya tak berada di surga seperti yang dibicarakan banyak orang dibicarakan orang. Di dunia baru yang masih terasa asing, Eddie malah bertemu dengan lima orang. lima orang yang berasal dari masa lalunya. orang – orang yang sangat dikasihinya, bahkan banyak dari mereka yang tak pernah dikenalnya.
Mereka memang telah menunggu kedatangan Eddie. Untuk memberitahu sesuatu yang sesungguhnya terjadi di kehidupannya. Memberinya beberapa pelajaran. Bahkan banyak diantaranya yang membuat Eddie sadar akan semua amarah dan kekecewaan yang dipendamnya selama ini tak beralasan. Kelima orang ini juga memperlihatkan banyak hal yang ternyata tanpa disadar mengubah jalan hidup Eddie selamanya,
Selesai membaca buku ini dan membandingkannya dengan One More Day, banyak kesamaan yang saya temukan. Tak hanya dari alur maju mundur, bahkan keluarga masih menjadi latar cerita. Untung saja alur maju mundur tetap runut sehingga tak ada membuat saya kebingungan.
Mitch Albom rasanya penulis yang sangat ahli untuk menuliskan sebuah cerita yang menyentuh. Dari buku sebelumnya, Mitch Albom tetap menyukai dan tak pernah bosan dengan tema kematian untuk dikembangkan menjadi sebuah cerita.
Melalui bukunya, Mitch Albom seakan ingin mengingatkan kepada semua orang bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti yang kedatangannya tak akan pernah bisa diketahui kapan datangnya. Siap atau tidak. Karena tak satu jiwapun yang dapat menolak takdirnya, maka ia mengingatkan bahwa tak perlu membawa penyesalan, kekecewaan ataupun kemarahan menjadi beban yang harus dibawa ke mana – mana, bahkan seumur hidup. karena sesungguhnya, hidup punya makna yang lebih dalam dari pada sekedar memikirkan hal – hal yang hanya membuat kita bersedih.
Masih ada atu lagi buku Mitch Albom yang sebenarnya telah diterbitkan oleh GPU, namun hingg kini pencarian saya tak kunjung membuahkan hasil karena buku itu (Tuesday With Morrie) telah diterbitkan beberapa tahun yang lalu. Jauh sebelum Meniti Bianglala terbit. Saya yakin masalah yang diangkat tak jauh berbeda dengan buku-buku yang sebelumnya. Namun saya tetap penasaran dengan buku yang mungkin disajikan dalam bentuk yang berbeda.
Saturday, 7 June 2008
A Series of Unfortunate Events: Carnivorous Carnival
(Judul Indonesia: Karnaval Karnivora)
Penulis: Lemony Snicket
Alih Bahasa: Primadonna Angela
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2008
Tebal: 288 hlm
Setelah menunggu lama, akhirnya buku ke 9 ini akhirnya terbit juga. Karnaval Karnivora muncul setelah hampir dua tahun sejak buku yang terakhir terbit. Dua tahun adalah waktu yang cukup untuk mengerti proses penerbitan sebuah buku ternyata bisa memakan sampai berbulan bulan lamanya.
Sayangnya dua tahun itu ternyata bukan waktu yang cukup untuk membuat Count Olaf sadar akan semua tindakan yang kejam dan mengerikan. Bukan waktu yang cukup untuk membuat anak anak Baudelaire terlepas dari hal hal yang berbahaya ataupun yang berbau kesialan. Dua tahun ternyata bukan waktu yang cukup bagi Mr Snicket untuk menuliskan sesuatu yang menyenangkan. Bahkan seperti buku buku sebelumnya, Mr Snicket tak pernah berhenti untuk mengingatkan kepada semua pembaca bahwa buku ini tak pernah menjanjikan cerita yang menyenangkan.
Seperti buku – buku yang telah terbit sebelumnya, hal – hal buruk masih membayangi Violet, Klaus dan Sunny. Setelah berdesakan di bagasi belakang milik Count Olaf yang tidak hanya sempit, namun juga memaksa mereka mengalami perjalanan yang sangat menyiksa. Sampai akhirnya mereka tiba disebuah tempat bernama Karnaval Karnivora.
Dari hasil menguping, mereka tahu bahwa pemilik karnaval ini adalah Madame Lulu yang menjadi salah satu orang kepercayaan Count Olaf. Madame Lulu memmpunyai sebuah bola kristal yang selama ini digunakan untuk melacak keberadaan Baudelaire bersaudara. Tak satupun ramalannya yang pernah meleset dan sekali lagi Count Olaf ingin menggunakan kekuatan magisnya. Yang mengejutkan Madame Lulu bahkan tahu bahwa salah satu dari orang tua Baudelaire bersaudara selamat dari kebakaran yang menghanguskan rumah mereka.
Tak hanya itu, mereka juga tahu bahwa Madame Lulu membutuhkan sesuatu yang baru yang setidaknya bisa kembali menghidupkan karnavalnya. Dengan menggunakan semua barang – barang milik Count Olaf yang diletakan begitu saja di bagasi mobil, mereka menyamar menjadi orang – orang aneh. Mengetuk pintu karavan dan mengenalkan diri sebagai Beverly, Elliot dan Chabo. Tak mudah melakukan penyamaran apalagi harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Madame Lulu di depan Count Olaf dan para pengikutnya. Untung saja tak butuh waktu lama untuk diterima menjadi bagian dari Karnaval Karnivora. Keanehan pada diri mereka dianggap pantas untuk dipentaskan di panggung pertunjukan. Sempat menjadi bahan tertawaan oleh Count Olaf dan teman- temannya tak menjadi permasalahan bagi ketiganya. Setidaknya kini mereka bisa melalukan penyelidikan terhadap Madame Lulu yang sepertinya mengetahui segala hal hanya dengan bola kristalnya.
Segera setelah wawancara selesai, mereka dibawa ke sebuah karavan yang pada salah satu sisinya tertulis Orang – Orang Aneh. Di dalamnya ada Hugo, pria dengan punuk dibagian belakang, Kevin yang tak pernah berhenti mengeluh dengan kedua tangan dan kakinya yang ambidextrous. Collete, perempuan yang dengan mudah melipat seluruh anggota tubuhnya.
Pertunjukan Orang – Orang Aneh pun dimulai keesokan harinya. Tak heran mengapa Kevin dan Collete tak berhenti mengeluh. Karena cemooh dan ejekan seakan tak heni- hentinya mengalir dari arah penonton. Bahkan ada yang dengan teganya melempar minuman beserta gelas kertasnya ke arah mereka.
Saat waktu istirahat tiba, Violet, Klaus dan Sunny tak menyia-nyiakan waktu. Segera mereka menyusup ke tenda peramal Madame Lulu. Dengan kecerdasaan yang dimiliki Violet, mereka pun mengetahui semua rahasia dibalik bola kristal bahkan di dalam tenda itu mereka menemukan banyak hal yang mengejutkan.
Cukup sampai disitu. Rasanya tidak menyenangkan untuk kalau harus menceritakan lebih banyak hal lagi mengenai kejadian apa yang akan menimpa Violet, Klaus dan Sunny. Seperti yang dikatakan oleh Mr Snicket di sampul belakang, buku ini hanya memuat hal-hal yang menimbulkan rasa tak nyaman.
Walau harus diakui bahwa ketidaknyamanan itulah sebenarnya yang menjadi kekuatan dari serial ini. Membuatnya selalu dinantikan. Begitu banyak misteri yang menyelimuti kisah Baudelaire bersaudara juga menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan ketika membaca puisi – puisi singkat yang ditulis Mr Snicket di halaman depan. Puisi-puisi pendek yang selalu berima itu menjadi salah satu bagian yang tak akan saya lewatkan setiap kali memegang buku ini.
Tak ketinggalan penjelasan Mr Snicket mengenai suatu frase ataupun satu kata untuk menggambarkan keadaan Violet dan kedua saudaranya di setiap buku. Termasuk kata- kata Sunny yang hanya bisa dimengerti oleh Violet dan Klaus. Tentunya semua itu tak lepas dari kerja keras para penerjemahnya. Saya dibuat takjub dengan kemampuan mereka bermain – main dengan istilah yang diciptakan oleh Mr Snicket. Sehingga apa yang coba disampaikan oleh sang penulis dalam bahasa aslinya dapat dengan mudah dirasakan oleh para pembaca. Bahkan saat membaca judul di sampul depan sekalipun.
Berbicara mengenai ilustrasi, saya sungguh menyukai setiap coretan yang dibuat oleh Brett Helquist. Semua terlihat sangat rapi. Seakan menjadi ciri khas, ilustrasi yang dibuatnya selalu ditaruh di lembar pertama setiap bab. Seakan ingin memberi tahu apa yang ada di paragraf – paragraf berikutnya. Kesuraman di setiap tarikan garis juga turut mendukung setiap kemalangan yang terjadi dalam buku ini.
Tahun 2004, tiga buku pertama dari serial ini diangkat ke layar lebar. Seperti buku – buku lain yang diangkat ke layar lebar, ada beberapa hal yang berbeda dengan buku aslinya. Secara keseluruhan scene – scene yang ada mampu menggambarkan kemalangan anak – anak Baudelaire. Namun tetap saja tak ada yng mengalahkan buku aslinya. Sayangnya tak lagi ada kabar tentang kemungkinan untuk membuat sequel dari buku buku berikutnya.
Yang mengejutkan, dari Answers.com, ternyata beberapa serial yang selalu terdiri dari 13 bab di dalamnya ini dapat beberapa penghargaan. Colorado Children̢۪s Book Award, Nevada Young Readers Award, Nene Award (Hawaii), Book Sense Book of the Year (Finalist) adalah beberapa penghargaan untuk The Bad Beginning (Mula Malapetaka). Dan masih ada beberapa penghargaan untuk buku lainnya.
Membahas buku yang satu ini memang tak ada habisnya. Bukannya mendapatkan jawaban, pertanyaan demi pertanyaan semakin bertambah banyak setiap kali buku berikutnya muncul. Sebenarnya bisa saja mencari bagaimana kisah berikutnya di Wikipedia. Namun rasanya sayang kalau tidak mengetahui semua kejadian yang menimpa Baudelaire bersaudara langsung dari buku. Semoga saja tak butuh waktu dua tahun (lagi) untuk menunggu terjemahan buku berikutnya terbit
Friday, 6 June 2008
Little Indiscretions (Rahasia Sang Koki)
Judul Indonesia: Rahasia Sang Koki
Penulis: Carmen Posadas
Penerjemah: Lina Susanti
Cetakan: I,Februari 2007
Penerbit: Bentang
Tebal: 330 + X
Ketika melihat sampul depan buku ini dan membaca judulnya terasa ada yang janggal dan membuat saya bingung dan bertanya- tanya. Apakah hubungan koki dengan sebuah rumah besar nan megah itu serta seorang wanita berambut pirang? Karena dari judulnya, yang saya bayangkan adalah makanan-makanan yang dibuat oleh sang koki yang menjadi bagian dalam setiap bab di dalam buku ini. Deskripsi tentang makanan dalam sebuah buku memang selalu menarik perhatian saya. Apalagi jika sang penulis piawai dalam menggambarkan kelezatannya.
Banyak spekulasi yang saya buat sebelum akhirnya menemukan jawaban dan mengerti alasan pemilihan rumah dan wanita sebagai sampul depan.
Mulberry & Mistletoe adalah nama sebuah katering milik Nestor Cheffano yang juga merangkap sekaligus sebagai sang koki. Semua orang tahu kelezatan pai yang dibuatnya. Tak hanya pai, semua masakan yang dibuatnya membuat setiap orang bertanya – tanya apa rahasia dibalik kelezatan makanan yang baru saja mereka cicipi.
Tak heran ketika Ernesto Teldi dan istrinya Adela memutuskan untuk menggunakan jasa katering milik Nestor untuk pesta yang akan berlangsung di salah satu rumah milik mereka rumah mereka, The Lilies. Pesta ini benar- benar penting bagi keduanya terutama Ernesto. Sehingga tak hanya dari makanan, bahkan setiap sudut di The Lilies harus dibuat sesempurna mungkin. Karena tamu yang akan datang adalah tamu – tamu istimewa.
Dengan bantuan Carlos, Karel dan Chloe, para stafnya, Nestor dengan mudah menyiapkan semua masakan yang seeblumnya telah didiskusikan dengan Adela, sang nyonya rumah. Tak heran jika setiap tamu benar – benar menikmati semua sajian. Masak memasak memang sudah menjadi keahlian Nestor. Semua resep- resep rahasia kelezatan makanan coba dirangkumnya dalam sebuah catatan kecil.
Siapa sangka pagi itu setelah pesta usai, oleh Karel, Nestor ditemukan tak bernyawa di sebuah ruang pendingin. Ruangan yang bertemperatur tiga puluh derajat di bawah nol membuat tubuhnya membeku. Terlihat jelas bahwa Nestort berjuang keras untuk keluar. Sayangnya baru berjam-jam kemudian pintu ruang pendingin itu terbuka.
Pertanyaan yang tersisa, siapakan pelaku yang tega membiarkan kejadian mengerikan ini terjadi pada sang koki yang saat itu memutuskan dan meminta stafnya untuk tetap tinggal di The Lilies sampai keesokan harinya. Ernesto Teldi sang pedagang seni beserta Adela, istrinya, Serafin Tous salah satu tamu Adela yang juga memutuskan untuk menginap, Chloe yang terus menerus mendesak Nestor untuk memperliatkan catatan kecilnya, Carlos yang telah bekerja sekian tahun dengannya ataukah Karel yang menemukannya pertama kali terbaring di ruang pendingin dengan mata terbuka lebar penuh takjub?
Yang jelas beberapa penghuni The Lilies saat itu punya motif untuk membunuh Nestor. Mereka punya alasan kuat untuk menyingkirkan sang koki. Tak hanya karena mereka tahu bahwa Nestor mengetahui beberapa hal dari masa lalu, yang bila terungkap ke publik akan menghancurkan kehidupan yang telah mereka bangun bertahun – tahun lamanya, namun juga hanya karena masalah sepele.
Ternyata tak hanya sampul yang membuat saya sedikit bingung, isi di dalamnya pun tak jarang membuat saya kewalahan. Karena alur dalam buku ini berganti dengan begitu cepat. Catatan kaki untuk beberapa istilah juga sedikit menggangu. Pada dasarnya saya memang tak pernah menyukai catatan kaki. Mengapa penjelasan untuk istilah – istilah tersebut tidak digabungkan menjadi satu dengan kalimat yang lain? Ataukah memang dalam bahasa indonesia tak terdapat padanan kata untuk semua istilah asing tersebut?
Karakter setiap tokoh di dalamnya dipaparkan dengan jelas. Walau ada bagian dari paragraf tersebut yang saya harus baca beberapa kali untuk mengerti maksudnya. Walaupun akhirnya saya mengetahui garis merah yang menghubungkan setiap tokoh. Satu demi satu misteri terungkap. Semua rahasia terungkap yang ternyata secara langsung ataupun tidak mengaitkan Nestor di dalamnya. Konyol rasanya jika harus kehilangan nyawa hanya karenanya.
Di dalam buku ini juga terlihat begitu banyak prasangka yang menuntun setiap tokoh merasakan kegelisahan yang sangat. Mungkin faktor itupula yang menggerakan mereka untuk menyusun rencana menyingkirkan sang koki.
Cerita tragis ini membuat saya teringat dengan serial- serial pendek misteri yang sempat diputar di TV beberapa tahun lalu. Mungkin kalau tema cerita ini dimasukkan dalam serial singkat itu akan menghasilkan cerita yang menarik.
Wednesday, 4 June 2008
The Namesake
Judul Indonesia: Makna Sebuah Nama
Penulis: Jhumpa Lahiri
Alih Bahasa: Gita Yuliani K.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Agustus 2006
Tebal: 336 hlm
What's in a name? That which we call a rose
By any other name would smell as sweet."
Kutipan terkenal dari karya Shakespeare inilah yang pertama terlintas ketika membaca judul buku. Saya tidak pernah setuju dengan semua kata-kata itu. Karena saya yakin didalam setiap nama terdapat harapan bahkan doa ataukah goresan sejarah dari masa lalu yang begitu berarti. Bahkan ketika nama itu hanya terdiri dari beberapa huruf sekalipun
Ashoke Ganguli sangat menyukai buku. Ketika sebuah buku berada digenggam, ia seakan dibuat tenggelam di dalamnya. Seakan masuk ke dunia baru dan tak seorangpun yang dapat menariknya kembali.
Dari kakeknyalah ia mengenal banyak buku yang ditulis oleh pengarang Rusia. Semua koleksi milik kakek telah lama ia lahap. Kakeknya jugalah yang mengajarkan bahwa dengan membaca buku, Ashoke tak perlu ke mana mana. Karena buku akan membawanya bahkan sampai ke negeri antah berantah sekalipun. Kata-kata kakeknya itu dijadikannya pegangan sampai sebuah kecelakaan tragis yang menimpa dirinya. Asoke akhirnya memutuskan untuk meninggalkan India dan memulai kehidupan baru. Amerika menjadi negara yang dipilihnya untuk mewujudkan sebongkah harapan yang dibawanya.
Ashima adalah wanita india yang dinikahi Ashoke beberapa tahun menetap di Amerika. Terlihat dengam jelas bawa Ashima berjuang dengan keras untuk mengatasi semua kesedihannya karena harus tinggal terpisah jauh dari kampung halaman dan keluarga. yang begitu dicintainya. Belum lagi beradaptasi dengan budaya Amerika yang benar – benar berbeda termasuk makanan yang terasa asing di lidahnya.
Memasuki tahun keduanya di negeri paman sam itu, akhirnya Ashima melahirkan putra pertamanya. Tak satupun nama yang dipersiapkan untuk bayi laki-laki ini. karena mereka menunggu nama yang dipilihkan oleh nenek Ashima. Namun birokrasi rumah sakit mengharuskan mereka memilih satu nama untuk dituliskan dalam akte kelahiran sang bayi. Padahal belum juga surat dari nenek dari India tiba.
Gogol akhirnya menjadi pilihan Ashoke untuk anaknya. Nama itu hanya untuk sementara sampai nama pilihan itu datang. Lima huruf itu diambil dari pengarang Rusia. Mereka sepakat nama ini hanya akan dipakai sementara. Namun akhirnya bertahan bahkan ketika surat dari nenek Ahsima datang. Sayangnya beberapa tahun kemudian, bayi laki-laki itu tumbuh dan menyadari ada yang salah dengan namanya. Tak hanya membencinya bahkan ia pun bertekat untuk mengganti nama yang telah melekat pada dirinya lebih dari puluhan tahun. Nama Gogol dianggapnya sangat konyol.
Sayangnya Googol tak tahu bahwa nama itu memiliki arti yang sangat besar bagi keluarganya dan tidak hanya sekedar nama dari salah satu penulis favorite Ashoke, ayahnya.
Sebuah cerita yang mengangkat tema keluarga memang selalu menarik disajikan. Semua perasaan dan pikiran dari setiap tokoh yang dipaparkan dengan jelas menjadi kekuatan buku yang ditulis oleh Jhumpa Lahiri yang sebelumnya meraih Pulitzer Prize. Semua itu juga tak lepas dari kerja keras sang penerjemah. Dengan mudah kita mengetahui semua sudut pandang dari setiap tokoh. Walau cerita dibuat menjadi begitu panjang.
Yang membuat saya bertanya-tanya adalah pengaruh budaya yang sangat besar di dalamnya. Sebegitu kuatnya kan pengaruh budaya Amerika sehingga membuat keluarga gangguli ini memngadopsi beberapa hal yang bahkan tidak diajarkan oleh agama yang mereka anut. Bahkan seakan tidak ada masalah dengan semua perayaan-perayaan yang bersebrangan tersebut.
Buku ini juga ternyata telah diangkat ke dalam layar lebar. Sayangnya sampai review buku ini saya posting, saya belum menemukan DVDnya. Entah mengapa saya ingin melihat ekspresi tokoh – tokoh di dalam buku ini saat peristiwa demi peristiwa penting terjadi yang pernah membuat diri mereka terkoyak.
#SS2014: The Riddle
Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...
-
Alice terjatuh ke dalam lubang kelinci dan terdampar di negeri ajaib yang penghuninya jauh lebih ajaib lagi. Di sana, Alice mengala...
-
This week Feature: Aaron (Book Addict) of Dreaming About Other Worlds This Week Question If you are a fan of Science Fiction what is your fa...
-
Before she can rest in peace, Charlotte Usher must return to the tragic site of her death: high school. Once there, her assignment is to hel...