Hutan yang dipenuhi dengan ribuan pohon dan semak tentunya bukanlah tempat yang aman untuk ditinggali. Apalagi ditambah dengan keberadaan binatang – binatang liar dan buas. Tak akan pernah tahu kapan kita tersesat di dalam rimbunan pepohonan dan bertemu dengan salah satu dari mereka. Terlebih lagi jika hutan itu seperti yang dijelajahi oleh Torak. Lebih tepatnya lagi hutan yang menjadi tempat tinggalnya sejak kecil.
Sejak kecil ia tinggal bersama Fa, ayahnya. Bersama Fa, Torak tak pernah kekurangan satu apapun. Walau benar- benar hannya berdua di tengah pekatnya hutan. Tak ada yang perlu ditakuti selama ada Fa. Sampai suatu hari ada seekor beruang liar yang tiba – tiba saja menyerang merek berdua dan akhirnya membuat Fa tewas. Untungnya sebelum menjadi korban berikutnya, Torak berhasil melarikan diri.
Tak ada pilihan lain bagi anak laki-laki yang berusia tiga belas musim panas itu. Tak peduli bahwa kehidupannya dunia di hutan berubah menjadi begitu kejam dan mengerikan. Yang ia tahu hanyalah menjalankan janji yang diikrarkannya sebelum Fa menghembuskan nafas terakhir.
Petualangan mencari sesuatu yang tidak diketahuinya pun dimulai. Bahaya demi bahaya yang sanggup merenggut nyawanya telah menunggu. Ia pula harus berpacu bersama waktu sebelum Beruang yang konon di rasuki oleh setan menemukan dan membunuhnya.
Butuh waktu lebih dari setahun untuk mengetahui bahwa buku ini punya cerita yang menarik. Selain karena kecepatan membaca yang lambat saya juga dikaenakan saya tergoda dengan buku –buku yang lain. ^_^V Sehingga saya harus mengejar ketinggalan. Karena kisah Torak di Wolf Brother kembali berlanjut di Spirit Walker, Soul Eater dan Outcast. Bahkan di lembar pertama buku ini juga
Tidak seperti buku petualangan lain, Torak mengajak semua pembaca mundur ke tahun – tahun ketika manusia hidup berkelompok dan memilih untuk tinggal dihutan. Berburu menjadi satu –satunya cara bertahan hidup. Bau zaman prasejarah tercium dibagian ini.
Setiap kaln juga memiliki dukun. Mereka dipercaya punya kekuatan gaib dan dianggap bagian penting bahkan kepala suku pun menaruh kepercayaan pada apa yang mereka katakan. Walau begitu kepala suku tentu saja masih menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
Senjata ataupun perlengkapan mempertahankan diri, mereka buat dari macam – macam batuan dan tulang. Menjadi ciri kedua yang membuat saya teringat pelajaran Sejarah terutama yang membahas zaman prasejarah. Untung saja di lembar terakhir terdapat penjelasan bahwa torak serta tokoh – tokoh manusia berperawakan seperti manusia pada umumnya. Sehingga bayangan awal saya tentang manusia purba terpaksa harus disingkirkan sejauh – jauhnya
Walau telah berperawakan seperti manusia lainnya, namun tetap saja ada satu hal yang tak dapat lepas dari mereka. Kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh masih tetap bagian dari kehidupan setiap klan. Animisme, begitu yang tertulis di buku sejarah.
Yang mengagumkan adalah kemampuan mereka berkomunikasi dengan para binatang. Setidaknya itu yang dimiliki oleh Torak. Entah apakah itu hanya kemampuan khusus yang dimiliki oleh torak ataukah setiap klan memang memiliki orang –orang yang mengerti bahasa setiap hewan yang mereka jadikan bagian yang tak terpisahkan dari klan mereka.
Berbicara tentang karakter yang ada didalam buku ini, Torak bukanlah tokoh favorit saya. Walau tidak menempati tempat utama namun karakter yang saya sukai ini menjadi juga bagian yang tak kalah penting.
Dari segi alur, bab-bab awal dapat saya selesaikan dengan cepat. Sayangnya, dipertengahan saya nyaris merasa kebosanan. Namun begitu masuk ke bagian akhir, petualangan Torak menjadi menarik.
Seakan mengerti bahwa sebuah buku petualangan tak mungkin bisa sukses tanpa sisipan peta, Michelle Paver menyediakannya dengan lengkap di mana saja satu kejadian penting terjadi. Sayang diletakkan dibagian belakang. Saya yang telah terbiasa menengok peta di bagian depan sedikit kesusahan kali ini. Walaupun sebenarnya bisa saja melakukannya namun faktor kebiasaan tentu susah untuk dihilangkan.
Namun semua itu tak mengurangi nilai serunya bertualang bersama Torak walau tempat yang ia tuju penuh bahaya.
Chronicles of Ancient Darkness: Wolf Brother
Penulis: Michelle Paver
Ilustrator: Geoff Taylor
Penerjemah: Utti Susilawati
Penerbit: Matahati
Cetakan: I, April 2006
Tebal:330 hlm
Sejak kecil ia tinggal bersama Fa, ayahnya. Bersama Fa, Torak tak pernah kekurangan satu apapun. Walau benar- benar hannya berdua di tengah pekatnya hutan. Tak ada yang perlu ditakuti selama ada Fa. Sampai suatu hari ada seekor beruang liar yang tiba – tiba saja menyerang merek berdua dan akhirnya membuat Fa tewas. Untungnya sebelum menjadi korban berikutnya, Torak berhasil melarikan diri.
Tak ada pilihan lain bagi anak laki-laki yang berusia tiga belas musim panas itu. Tak peduli bahwa kehidupannya dunia di hutan berubah menjadi begitu kejam dan mengerikan. Yang ia tahu hanyalah menjalankan janji yang diikrarkannya sebelum Fa menghembuskan nafas terakhir.
Petualangan mencari sesuatu yang tidak diketahuinya pun dimulai. Bahaya demi bahaya yang sanggup merenggut nyawanya telah menunggu. Ia pula harus berpacu bersama waktu sebelum Beruang yang konon di rasuki oleh setan menemukan dan membunuhnya.
Butuh waktu lebih dari setahun untuk mengetahui bahwa buku ini punya cerita yang menarik. Selain karena kecepatan membaca yang lambat saya juga dikaenakan saya tergoda dengan buku –buku yang lain. ^_^V Sehingga saya harus mengejar ketinggalan. Karena kisah Torak di Wolf Brother kembali berlanjut di Spirit Walker, Soul Eater dan Outcast. Bahkan di lembar pertama buku ini juga
Tidak seperti buku petualangan lain, Torak mengajak semua pembaca mundur ke tahun – tahun ketika manusia hidup berkelompok dan memilih untuk tinggal dihutan. Berburu menjadi satu –satunya cara bertahan hidup. Bau zaman prasejarah tercium dibagian ini.
Setiap kaln juga memiliki dukun. Mereka dipercaya punya kekuatan gaib dan dianggap bagian penting bahkan kepala suku pun menaruh kepercayaan pada apa yang mereka katakan. Walau begitu kepala suku tentu saja masih menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
Senjata ataupun perlengkapan mempertahankan diri, mereka buat dari macam – macam batuan dan tulang. Menjadi ciri kedua yang membuat saya teringat pelajaran Sejarah terutama yang membahas zaman prasejarah. Untung saja di lembar terakhir terdapat penjelasan bahwa torak serta tokoh – tokoh manusia berperawakan seperti manusia pada umumnya. Sehingga bayangan awal saya tentang manusia purba terpaksa harus disingkirkan sejauh – jauhnya
Walau telah berperawakan seperti manusia lainnya, namun tetap saja ada satu hal yang tak dapat lepas dari mereka. Kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh masih tetap bagian dari kehidupan setiap klan. Animisme, begitu yang tertulis di buku sejarah.
Yang mengagumkan adalah kemampuan mereka berkomunikasi dengan para binatang. Setidaknya itu yang dimiliki oleh Torak. Entah apakah itu hanya kemampuan khusus yang dimiliki oleh torak ataukah setiap klan memang memiliki orang –orang yang mengerti bahasa setiap hewan yang mereka jadikan bagian yang tak terpisahkan dari klan mereka.
Berbicara tentang karakter yang ada didalam buku ini, Torak bukanlah tokoh favorit saya. Walau tidak menempati tempat utama namun karakter yang saya sukai ini menjadi juga bagian yang tak kalah penting.
Dari segi alur, bab-bab awal dapat saya selesaikan dengan cepat. Sayangnya, dipertengahan saya nyaris merasa kebosanan. Namun begitu masuk ke bagian akhir, petualangan Torak menjadi menarik.
Seakan mengerti bahwa sebuah buku petualangan tak mungkin bisa sukses tanpa sisipan peta, Michelle Paver menyediakannya dengan lengkap di mana saja satu kejadian penting terjadi. Sayang diletakkan dibagian belakang. Saya yang telah terbiasa menengok peta di bagian depan sedikit kesusahan kali ini. Walaupun sebenarnya bisa saja melakukannya namun faktor kebiasaan tentu susah untuk dihilangkan.
Namun semua itu tak mengurangi nilai serunya bertualang bersama Torak walau tempat yang ia tuju penuh bahaya.
Chronicles of Ancient Darkness: Wolf Brother
Penulis: Michelle Paver
Ilustrator: Geoff Taylor
Penerjemah: Utti Susilawati
Penerbit: Matahati
Cetakan: I, April 2006
Tebal:330 hlm
No comments:
Post a Comment