A Series Unfortunate Events : The Grim Grotto
Judul Indonesia: Gua Gelap
Penulis: Lemony Snicket
Penerjemah: Primadonna Angela
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan:I, November 2008
Tebal: 328 hlm
Setelah lepas dari cengkraman Count Olaf untuk sementara waktu, kisah anak – anak Baudelaire kali ini dimulai di Sungai Stricken. Apa yang mereka lakukan di sana? Piknik? Melakukan perjalanan wisata?
Yeah, mengarungi sungai yang jernih dan dikelilingi dengan pemandangan yang indah di atas kapal atau pun perahu kecil mungkin menyenangkan. Apalagi kalau kapal dan perahu itu lengkap dengan segala peralatan yang dapat digunakan di saat genting. Tapi tentu saja mereka tidak sedang piknik ataupun melakukan perjalanan wisata. Karena Sungai Stricken pun bukan sungai yang menyenangkan untuk dikelilingi. Bahkan membosankan. Sejauh mata memandang, yang terlihat anyalah pusaran hiotam dan gelap. Perairan kelabu dan kotor itu juga sangat dingin. Arusnya sangat deras siap menelan anak – anak Baudelaire bulat-bulat. Mereka bahkan tidak berada di atas perahu yang aman. Mereka hanya mengandalkan sebuah toboggan, yang sewaktu – waktu dapat terbalik.
Tak satupun diantara mereka yang menemukan cara untuk menghentikan toboggan ataupun keluar dari arus deras Sungai Striken. Mereka hanya bisa menunggu. Sesuatu hal yang mereka benci. Karena semua waktu yang terbuang itu bisa digunakan mencari lebih banyak hal tentang PKS ataupun mencari tiga sahabat kembar mereka, anak – anak Quagmire.
Seiring berjalannya waktu, mereka sampai ke sungai yang lebih lebar dan perairan semakin ganas. Violet, Klaus dan Sunny harus mempererat pegangan jika tidak ingin terhempas dari toboggan. Seraya berpikir bagaimana cara untuk menepikan toboggan, tiba- tiba saja di hadapan mereka muncul sebuah mata logam dari dalam sungai. Dengan cepat Klaus mengenalinya sebagai Periskop sebuah kapal selam. Yang juga berarti bahwa pada saat yang sama ada sebuah kapal selam yang berada di bawah mereka. satu kejutan lagi hadir dalam kehidupan anak – anak Baudelaire.
Walau tak ada jaminan bahwa orang di dalam kapal selam itu tidak akan sejaat Count Olaf, namun bagi mereka, masuk ke dalamnya adalah pilihan yang lebih baik daripada terapung di atas toboggan yang rusak.
Kejutan kali ini bisa disebut melegakan, Karena pemilik kapal selam bukanlah bagian dari komplotan jahat milik Count Olaf. Kapten Widdershins, begitu nama pemilik kapal selam itu. Ia ternyata tak sendiri, karena di dalam kapal selam juga ada seorang anak tirinya bernama Fiona dan juru masak yang tidak asing lagi bagi mereka, Phil. Ya, pria yang sama dengan pria yang pernah mereka temui di Pabrik Kayu Pasti Mujur. Jelas ini bukan kebutulan, tapi kalau pun kata itu ada, jelas sangat menyenangkan bagi anak – anak Baudelaire.
Tak butuh waktu lama untuk bergabung bersama awak kapal selam yang diberi nama Queequeg ini. Masing – masing dari mereka bahkan diberi seragam selam. Karena tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi pada Queequeg tua.
Walau berada di tempat yang lembab, setidaknya untuk sementara waktu anak – anak Baudelaire bisa bernafas lega. Kapten Widdershins yang tidak berhenti mengucapkan Pria Yang Ragu – Ragu Akan Kalah adalah bagian dari P.K.S. Ia bersama anak perempuannya itu bahkan mengenal Jacques dan tentu saja dengan semua anggota P.K.S lainnya termasuk pertemuan P.K.S di Hotel Denouement. Bahkan tujuan mereka berada di dalam kapal selam tua itu adalah mencari mangkuk gula. Benda penting milik P.K.S yang juga menjadi incaran komplotan jahat Count Olaf.
Masih ada lima hari sebelum pertemuan itu di mulai. Rencana pun di susun. Violet mendapat tugas untuk mengecek peralatan telegram, jikalau sewaktu – waktu mereka akan mendapat pesan dari para agen. Klaus bersama Fiona akan mempelajari bagan pasang – surut untuk mengetahui keberadaan mangkuk gula yang terseret arus Sungai Stricken dan Sunny akan membantu Phil di dapur membuat hidangan lezat untuk mereka berenam.
Mengamati bagan pasang – surut tentu bukan keahlian Klaus ataupun Fiona. Dengan susah payah, akhirnya mereka menemukan tanda G.G yang menjadi lokasi mangkuk gula. Awalnya mereka kesulitan mengurai inisial kedua huruf itu, sampai saat makan malam. Grotto Gorgonia adalah kata yang mereka cari. Groto yang juga berarti gua. Di situlah mangkuk gula kemungkinan besar berada. Tak hanya mangkuk gula, tapi juga tempat hidup cendawan beracun, Miselium Medusa.
Tim pencarian pun dibentuk. Violet, Klaus, Sunny serta Fiona akan menyelam ke luar kapal selam. Karena kapal selam tua Queequeg tidak dapat mendekati gua itu. Sementara Kapten Widdershin dan Phil akan berjaga di kapal selam.
Pencarian pun di mulai. Namun dengan ancaman cendawan beracun, mereka harus ekstra hati hati. Beragam benda mereka temukan namun tidak satupun benda yang berciri mangkuk gula. Seakan mengobrak – ngabrik tempat itu hanyalah pekerjaan yang sia – sia.
Di saat mereka didera keputusasaan, ternyata sesuatu yang buruk terjadi di Queequeg. Kapten Widdhershin dan Phil menghilang dan yang lebih parah lagi, Count Olaf dan komplotan jahatnya ternyata mengambil alih kapal selam tua itu. Bahkan tanpa mereka ketahui cendawan beracun telah berkembang biak di salah satu pelatan selam milik salah satu dari mereka. Nampaknya kali ini adalah bagian dari kejutan yang tidak menyenangkan.
Misteri demi misteri yang menyelubungi anak – anak Baudelaire ternyata semakin menumpuk. Begitu juga dengan rasa penasaran. penemuan – penemuan yang mereka dapatkan ternyata mengarah ke dalam lubang mister yang lebih dalam lagi. Rasanya ingin cepat – cepat membuka catatan Lemony Snicket berikutnya. Walau tahu catatan – catatan berikutnya hanya akan menimbulkan pertanyaan – pertanyaan baru lagi.
Yeah, dari awal Lemony Snicket sebenarnya telah memberitahu kepada dunia bahwa orang – orang diluar sana tidak erlu ersusah ayah meluangkan waktu untuk turut membenamkan diri dalam kegelapan kisah anak – anak Baudelaire karena seperti itulah yang akan terjadi. Namun sebagai salah satu orang yang mencintai anak – anak Baudelaire, tak peduli segelap apapun kehidupan mereka, saya akan tetap menunggu. Bahkan ketika jaminan tentang kehidupan yang lebih ceria tak pernah dijanjikan oleh sang penulis.
No comments:
Post a Comment