Monday, 13 June 2011

Review: The Farseer: Assassin's Apprentice - Robin Hobb



Tidak mudah menjadi seorang anak yang lahir di luar garis pernikahan. Terlebih ketika ia hadir di tengah-tengah kehidupan kerajaan. Lihat saja bagaimana hidup Fitz. Sejak berusia 6 tahun, ia dipisahkan dari ibunya. Oleh sang ayah pun, Pangeran Chivalry ,Fitz tak mendapat perhatian sama sekali. Seingatnya, tak pernah ada pertemuan dengan sang ayah. Bahkan sebelum Fitz menjejakkan kaki di dalam lingkungan kastel, Chivalry telah melepaskan haknya atas takhta kerajaan. Ia mengundurkan diri sebagai calon raja . Bersama istrinya, Lady Patience, Chivalry menjauh dari kastel dan memilih untuk hidup sebagai Lord dan Lady of Withywoods. Gambaran tentang diri Chilvary hanya dilihatnya dari lukisan di dinding Buckkeep.

Kehadiran Fitz segera menjadi pergunjingan di setiap sudut kastel.Semua orang yang melihat wajahnya dengan mudah mengenali Fitz sebagai anak haram sang pangeran. Sayangnya ketenaran itu tidak menjadikan pihak kastel berinisiatif untuk mengambil alih masalah pengurusan Fitz. Semua seakan tidak keberatan bahkan mengiyakan ketika tugas merawat dan membesarkan Fitz dilimpahkan pada Burrich, si penguasa istal kerajaan Enam Duchy.

Burich dulunya memang slah satu abdi Chivalry. Dalam mengurus kuda, anjing ataupun elang, Burichlah ahlinya. Namun hal itu bukan jaminan ia dapat merawat seorang anak laki-laki dengan baik. Selama dalam perawatannya, Fitz dibiarkan dengan bebas berkeliaran di sekitar kastel. Dari hasil pengamatannya, ia belajar dengan cepat. Bagian kastel mana saja yag berbahaya. Fitz tahu siapa yang harus dihindari. Tak butuh waktu lama untuk mengetahui siapa saja yang tidak menyukai keberadaannya di dalam kastel.

Pengawasaan Burich yang tidak ketat juga memberikannya kesempatan menyusup ingga ke tengah kota Buckkeep dan berteman dengan beberapa anak –anak jalanan. Dari mereka,ia mengetahui kisah tentang bajak laut ataupun tentang bangsa Outisland. Ia bahkan sempat belajar berbagai keahlian seperti memperbaiki jaring ataupun membuat kapal. Burrich tidak terlalu memedulikan apapun yang dilakukan Fitz,asalkan setiap malam ia mendapati Fitz berada di tempat tidur di depan perapian.

Di usia sepuluh tahun, peruntungan Fitz berubah. Dengan perintah Raja Shrewd, Fitz tidak lagi dibiarkan berkeliaran. Setiap harinya ia diharuskan belajar. Dari mengurus dan menguasai kuda bersama Burich, sampai belajar mengenai senjata dan persenjataan bersama Hod. Fitz juga diajari menulis dan membaca. Tak hanya Pakaian-pakaian baru dengan lambang sendiri, Ia bahkan mendapat satu kamar pribadi di dalam kastel. Perubahan besar dalam hidupnya seakan tak berhenti. Secara diam-diam ia juga mempelajari tentang herbal dan banyak hal rahasia lainnya yang sangat berguna untuk kepentingan kerajaan Enam Duchy. Hanya dalam waktu singkat, Fitz masuk dalam hitungan sang raja. Bahkan ia pun segera mendapat misi pertamanya.

Ketika melihat sampul depan dan tak adanya sinopsis, membuat saya tidak berharap banyak dari buku ini. Namun tak butuh banyak bab untuk tahu apa isi buku ini. Dengan mudah sosok Fitz kecil menarik perhatian. Tidak hanya pribadi dan keahlian yang ada dalam dirinya, petualangan-petualangan yang ia ceritakan juga menjadi daya tarik utama dari buku ini. Setiap babnya mengikat rasa penasaran saya.

Apa yang saya utarakan di atas hanyalah sebagian kecil dari kisah Fitz. Buku setebal 532 halaman ini masih menyimpan banyak hal seru yang sayang untuk dilewatkan. Cerita yang ada berkembang menjadi semakin menarik seiring dengan pertumbuhan Fitz. Tidak hanya kisah seputar Fitz, masalah – masalah yang terjadi di luar kastel juga menjadi “bumbu penyedap”. Salah satunya adalah teror yang dihembuskan oleh Perompak Kapal Merah.

Saya sangat menyukai cerita tentang hubungan Fitz dengan Burrich, Chade, Lady Patience ataupun Pangeran Verity. Selain Fitz, keempat karakter ini juga cukup menyita perhatian. Saya menikmati setiap bab yang menceritakan tentang kisah mereka.

Yang saya takutkan juga terjadi di dalam buku ini. Seharusnya saya tidak perlu terkejut ketika itu terjadi. Pengkhianatan ataupun segala macam intrik dalam perebutan kekuasaan memang tak dapat dipisahkan dari kisah sebuah kerajaan.

Robin Hobb, sang penulis, merangkum semua hal tersebut dan menuliskannya dengan piawai. Yang menyenangkan buku ini diterjemahkan dengan baik. Saya dengan mudah dapat mengikuti alur dan mengerti jalan ceritanya. Termasuk merasakan emosi yang mengalir dalam buku ini.

Mengingat Assassin’s Apprentice adalah buku pertama dari triologi Farseer, saya jadi bertanya-tanya kisah apa lagi yang dituliskan di dua buku berikutnya.

Cover
Dibandingkan dengan sampul depan yang dipilih Matahati, saya lebih menyukai cover aslinya. Namun jangan sampai tertipu dengan kulit luar dan membuat kalian melewatkan petualangan Fitz yang seru.

4/5

Penulis: Robin Hobb
Penerjemah: Barokah Ruziati
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Korektor: Tendy Yulianes
Penerbit: Matahati
Cetakan: I, Juni 2011
Tebal: 532 hlm
Sumber: Penerbit untuk direview

No comments:

#SS2014: The Riddle

Here we go again~ Setelah dua tahun berturut-turut dapat buku terjemahan, tahun ini aku dapat buku dari penulis Indonesia. Ud...